Di setiap pemilu selalu ada yang menandai yaitu manusia pensurvei yang melakukan survei, itu bagus-bagus saja. Manusia survei juga manusia yang imannya turun naik tapi eksistensinya tak pernah turun tapi ingin terus naik. Lembaga survei, konon awalnya didanai lembaga non profit dari asing mereka katakanlah pencita demokrasi.
Bantuan tidak terus menerus tapi mungkin hanya sekali dan berikutnya dihidupi sendiri. Sungguh berat jalan yang harus ditempuh untuk eksistensi diri. Untuk hidup tidak ada yang gratis Anda jual kepentingan maka kami beli kepentingan itu.
Hidup terus berjalan tapi hidup tak cukup hanya makan tapi perlu rumah dan mobil seperti lembaga perusahaan yang orientasinya profit mereka berjas dan berdasi serta ada mobil perusahaan dan serta sopirnya.
Manusia tak hanya makan dari idealisme tapi sering makan dari hal yang realistis dan pragmatis.
Melihat lingkungan yang ada seperti ada pegawai pajak hidupnya begitu mewah ada pula di jabatan direktur di tempat lain seperti juga di lembaga survei berada di posisi direktur tentu fasilitasnya harus sama.
Ketika Rocky menyebut lembaga survei tipu-tipu bisa tidak, ketika mensurvei pelayanan perusahaan penjual merek tertentu tapi bisa ya, ketika yang pemesannya adalah pemilik harta karun yang tersedia di bumi. Atau pemesannya sang politisi yang haus tahta atau harta melalui tanda tangannya terjaga harta pemesannya atau hartanya sendiri dan harta keluarga.
Menjawab hal itu kebenarannya ada di hati dan fikirannya. Terkadang di tengah kehidupan yang serba kekurangan atau merasa kurang perkataan yang diungkap disadari hanya ketika ia ibadah ia tak lupa dalam hitungan istighfarnya.
Lembaga survei sejak demokrasi di alam reformasi menjadi pekerjaan kaum profesional yang melayani pesanan terkadang ada pesanan tangan kedua yang berlangsung hingga di masa kini. Angka-angka lembaga survey menghiasi layar tv lalu pengelolanya tampil dengan rekaan atau ramalannya.
Rekaan atau ramalan telak salah ketika Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno selalu berada di urutan ketiga tapi kenyataan yang pahit dialami lembaga survei malah jadi keduanya sebagai pemenangnya.
Lima tahun kini sudah ada angka di lembaga survei yang juga sering ditampilkan tiga nama, nama Anies lebih banyak di nomor tiga tak jelas siapa pemesan survei yang jelas ada fenomena pengelola lembaga survey dari pernyataannya seperti tim pemenangan sang calon yang berkomentar tentang Anies yang di survey selalu nomor tiga itu.
.
Angka survey di nomor tiga namanya yang didapat melalui YouTube ada pernyataan salah seorang yang dianggap buzzer bila pemilu diselenggarakan saat itu maka yang nomor tiga yang memenangkannya.
Sejak pernyataan itu sang nomor tiga selalu mendapat bullian dan cacian serta program yang diselenggarakan pemerintahannya seperti Formula-e yang semula akan diselenggarakan di sekitar Monas terpaksa pindah di sekitar Taman Mini.
Penyelenggaraan yang sukses yang disambut puluhan tv dunia rupanya tak ada partisipasi BUMN. Jauh berbeda penyelenggaraanya di bulan yang lalu BUMN begitu bersemangat menjadi sponsornya.
Fenomena lain ada partai pendukung nomor tiga untuk Capres mendatang menghadapi cara pembegalan dari orang yang tak pernah menjadi anggotanya.
Fenomena survey yang angkanya selalu berada di nomor tiga bisa saja melakukan kesalahan fatal yang sama dari angka yang mereka buat. Mungkin dari berbagai fenomena itu Rocky G berani mengatakan lembaga survei adalah lembaga tipu-tipu.
Fenomena lima tahun lalu baru-baru ini ada angka-angka di tayangan di tv nasional yang angkanya konon dalam hitungan menit atau saat jeda atau rehat iklan, angka survei berubah peruntukannya dari calon yang satu ke calon lainnya. Lalu suara tv itu mengingatkan agar jangan terulang ketakjujuran yang pernah terjadi.
Bila penayangan itu pernah terjadi dan benar terjadi kembali lembaga survei dipertanyakan hasilnya dan dapat dianggap survei yang tak kredibel. Artinya lembaga survei yang bukan hanya tipu-tipu tapi bisa juga terkatagori mengkhianati suara rakyat? (*)
- Hasbi Indra, Akademisi di UIKA Bogor