BARRU – Pemrintah terus mendorong program Minapadi Air Payau Udang Windu yang menigntegrasi dua teknologi menjadi suatu inovasi teknologi yang menghasilkan peningkatan produktivitas budidaya dan meningkatkan ketahanan pangan.
“Dengan metode ini, diharapkan alih fungsi lahan dapat berkurang dan dapat meningkatkan produktivitas pembudidaya dan meningkatkan ketahanan pangan nasional,” tutur Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja saat panen parsial udang windu dan serah terima bantuan di Instalasi pembenihan Udang Windu (IPUW) BRPBAPPP di Desa Lawalu, Kecamatan Sopengriaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 18 Desember 2018.
Minapadi Air Payau Padi Udang Windu (PANDU) berada di lahan seluas kurang lebih 1 ha, yang terdiri dari 0,92 ha untuk kegiatan budidaya padi dan udang windu dan sisanya sekitar 0,08 ha untuk tandon (penampungan air payau).
Dari panen parsial di Minapadi Pandu, diketahui dapat menghasilkan tokolan udang dari ukuran 0.03 gr dengan panjang 3 cm yang ditebar sejak 25 Oktober 2018, mencapai ukuran 10 gr dengan panjang maksimal 13 cm saat panen parsial dilakukan 45 hari kemudian.
Dalam kesempatan sama, Kapusriskan Toni Ruchimat mengatakan bahwa Minapadi Air Payau PANDU pada awalnya merupakan lahan idle (menganggur) yang terjadi akibat intrusi air laut. Untuk memanfaatkan potensi lahan tersebut diperlukan teknologi dan komoditas ikan yang adaptif.
Sementara itu, perakitan udang windu unggul lahir melalui seleksi individu pada karakter pertumbuhan udang windu yang dilakukan di BRPBAP3-Maros. Selain faktor pertumbuhan, udang windu unggul ini juga dapat diadaptasikan pada air payau dengan salinitas rendah hingga kisaran 3-5 ppt.
“Budidaya Pandu ini dilaksanakan dalam kondisi off session, yaitu saat memasuki musim kemarau pada bulang Agustus 2018. Sumber air irigasi merupakan sumber utama dalam mengairi tahap penyemaian selama 25 hari,” sambungnya.
Metode tapin atau tanah pindah di lahan penyemaian merupakan upaya mengkondisikan sistem perakaran padi mampu menyimpan cadangan makanan yang cukup untuk dipindahkan ke lahan sawah dalam kondisi payau.
“Sedangkan udang windu SPF dihasilkan dari metode tokolan dengan membesarkannya di kolam pendederan yang bertujuan memberikan kecukupan pertumbuhan melalui pemberian probiotik dan alga,” tuturnya.
Turut hadir dalam kegiatan ini, perwakilan Kepala Dinas Kabupaten Barru Lasminati, perwakilan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Farida, perwakilan PT Bakrie Mina Bahari Andri dan PLT Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Kepala BB Padi Sukamandi dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAPPP) Maros Indra Jaya.
Panen parsial ini merupakan upaya memanen salah satu dari komoditas udang windu yang disesuaikan untuk kebutuhan tertentu.
Pada panen ini umur udang sudah memasuki 45 hari dengan ukuran panjang tubuh 12-13 cm dan berat rata-rata 10 gram. Sedangkan umur padi salin belum memasuki umur panen karena proses tumbuh bulir padi belum serempak dan akan memasuki umur panen pada 110 hari. Pelaksanaan panen padi diestimasikan pada bulan Januari 2019. (rhm)