Cerita Empat Mahasiswa UIN SUKA Yogya yang Bikin MK Batalkan Presidential Threshold Ambang Batas

Kajian soal ambang batas presiden sudah dimulai sejak tahun 2023 oleh empat mahasiswa IAIN SUKA Yogya yang bergabung dalam komunitas pemerhati konstitusi di kampus.

3 Januari 2025, 17:35 WIB

Yogyakarta – Dibalik suksesnya gugatan Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapuskan aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden tak lepas dari kegigihan empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang dikenal sebagai aktivis kampus.

Ya, empat mahasiswa itu selama di kampusnya bergabung dalam komunitas otonom bernama Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK) di fakultas.

Keempat mahasiswa UIN SUKA Yogyakarta masing-masing Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Mereka mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Yogyakarta.

Lantas, bagaimana perjalanan mereka hingga membuat MK membatalkan Presidential Threshold atau turan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Dalam sebuah perbincangan, Enika mengatakan, kajian soal ambang batas presiden sudah dimulai sejak tahun 2023. Saat itu, keempatnya bergabung dalam komunitas tersebut.

Kemudian mereka mengikuti debat yang diselenggarakan Bawaslu RI dan sampai babak final dan ditambah dengan adanya putusan MK 90 akhirnya mereka mulai menyiapkan rancangan gugatan pada Februari 2024.

“Pada tahun 2023, tim kami, tim debat kami itu mengikuti debat, Bawaslu RI yang memasuki ranah final, yang dimana pada final tersebut tahun 2023, babak finalnya menggunakan mosi Presidential Threshold,” kata Enika kepada wartawan Jumat 3 Januari 2025.

Berangkat dari situlah, mulai meng-draft atau kemudian menulis terkait dengan gugatan permohonan ini pada bulan Februari. Di sana kami mulai meng-draft, kami mulai kemudian menulis gugatan permohonan-permohonannya,” sambung Enika.

Dirinya bersama tim selama periode 2024 tepatnya dari Februari 2024 hingga Januari 2025 melakukan sidang gugatan tersebut sebanyak 7 kali baik secara offline maupun online.

Permohonan mereka masuk ke-33 ini, akhirnya Mahkamah Konstitusi dapat menguatkan keinginan dari masyarakat Indonesia itu sendiri.

Terkait Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK) dari fakultas, Enika menyatakan komunitas ini merupakan komunitas yang fokus pada kajian-kajian pendekatan konstitusi dan juga pada respon-respon isu ketatanegaraan.

“Jadi komunitas itu karena menang debat konstitusi, munculah komunitas ini sekitar tahun 2013 kalau enggak salah ya.

Dan disana juga isinya debaters. Disana kami melakukan kajian-kajian, kajian inilah yang kemudian kami gunakan dan kami susun jadi draft permohonan kami yang sekarang ini,” jelasnya.

Diketahui, Bawaslu RI melakukan acara debat setiap tahunnya dengan tema pemilu. Kala itu, empat mahasiswa tersebut untuk tema debanya adalah penegakan hukum pemilu.

“Nah kami itu dua tahun berturut-turut dari tahun 2022 – 2023 ikut.

Pada tahun 2023 masuk final yang mosinya adalah Presidential Threshold. Kemudian kajian Presidential Threshold tersebut dialihkan permohonan kami.

“Kalau ditanya kenapa ? Ya baru sekarang karena putusan 90 baru keluar dan kami baru kepikiran bahwa sebenarnya pemilih itu adalah subjet demokrasi bukan objek demokrasi,” tutup Enika.***

Berita Lainnya

Terkini