Dana Rp 150 Miliar Milik Nasabah Koperasi di Bali Macet

23 September 2018, 17:33 WIB
Kuasa Hukum Wayan Sudirta

DENPASAR – Sedikitnya 500 lebih nasabah yang menjadi korban 12 Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang diduga tidak berizin mengadukan nasibnya ke pengacara senior Wayan Sudirta yang langsung bergerak untuk memanggil pihak manajemen koperasi.

Ia melayangkan undangan ke pengelola ke-12 KSP yang ada di Tabanan, Badung, Klungkung, Gianyar dan Denpasar, untuk melakukan pendekatan kekeluargaan. “Bagaimana caranya agar dana para nasabah yang jumlahnya diperkirakan Rp 150 miliar tersebut, bisa kembali,” jelas Sudirta dalam rilisnya, Minggu (23/9/2018).

Pihaknya akan berusaha maksimal agar dihindarkan proses hukum baik perdata maupun pidana, kecuali penyelesaian kekeluargaan sudah mentok. Ke-12 KPS tersebut adalah KSP MS, KSP MMM , KSP TR beroperasi di Kabupaten Tabanan, KSP SC dan KSP PD beroperasi di Kabupaten Klungkung.

Kemudian, KSP MA, KSP RS KSP MK beroperasi di Kabupaten Bandung, KSP MW dan KSP MAM di Denpasar, serta KSP SR dan KSP MS di Kabupaten Gianyar.

Sudirta telah menurunkan tim terdiri Wayan Ariawan, Putu Wirata Dwikora , Made Rai Wirata Made Suka Artha, Nyoman Sutaya, dan Wayan Sukayasa, untuk menangani kasus tersebut saat menandatangani Surat Kuasa, Sabtu (21/9/2018).

Sudirta prihatin terhadap kejadian yang terus berulang ini, karena sebelumnya sudah beberapa kali terjadi, masyarakat yang menjadi korban dari koperasi yang tidak berizin, menghimpun dana masyarakat dan belakangan bermasalah.

Untuk membela kepentingan warga yang menjadi korban tersebut, Sudirta dkk segera akan meminta dukungan DPRD Bali, aparat penegak hukum, serta melibatkan instansi lain yang terkait yang semestinya memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan.

Namun, nyatanya korban masih terjadi berulang, sehingga terkesan pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab tidak maksimal menjalankan tugasnya. Seperti diketahui, KSP yang diduga tidak punya izin itu, menghimpun dana masyarakat sejak tahun 2013.

Pihak koperasi memikat masyarakat agar mau menjadi nasabah, KSP menawarkan beberapa program, diantaranya program yang disebut sebagai “penyelamatan aset”. Sebagai contoh, seorang nasabah yang punya utang di bank, oleh Koperasi dibantu “menyelamatkan aset” nya dengan mencari pinjaman di suatu bank.

Ada yang punya utang Rp 200 juta, dibantu mendapat pinjaman Rp 900 juta dengan jamian sertifikat rumah, sehingga pinjaman Rp 200 juta itu lunas, sementara sisa yang Rp 700 juta disimpan di KSP dengan imbalan bunga 1% dan cash back 3% per bulan.

Beberapa bulan pertama, pembayaran bunga dan cash back itu lancar, sehingga menarik nasabah lain untuk menyimpan uangnya di Koperasi. Jumlah simpanan mereka berkisar antara Rp 100 juta sampai ada yang punya simpanan sampai Rp 12 miliar.

Namun, mulai Januari 2018, pembayaran bunga dan cash back mulai tersendat. Pihak manajemen beralasan ada perbaikan sistem komputer. Karena terus dikejar nasabah, manajemen beberapa kali menjadwalkan pembayaran bunga dan cash back, yang tidak kunjung ditepati, sampai pemilik koperasi meninggal pada 30 Agustus 2018.

Ratusan nasabah resah, setelah mengetahui koperasi tersebut diduga tidak berizin alias ‘’bodong’’, apalagi manajemen koperasi tidak sulit dihubungi. Koordinator para nasabah, I Made Winastra, membenarkan selama ini banyak nasabah yang mengalami kesulitan dalam hal pinjaman di bank.

Pihak Koperasi mengarahkan, untuk mendapat pinjaman ke BPR-BPR tertentu, pinjaman itu kemudian digunakan untuk menutup utang sebelumnya. Pinjaman sisanya disimpan di koperasi dengan bunga dan cash back yang menggiurkan.

Nasabah tergiur karena awalnya lancar dan bisa mudah mendapat pinjaman di BPR. “Belakangan terjadi masalah seperti yang sekarang ini,” katanya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini