Darurat Sampah: Yogyakarta Siapkan Strategi ‘Perang’ Hadapi Penutupan Total TPST Piyungan 2026

Pemkot) Yogyakarta tengah dalam mode siaga penuh, menyusun strategi "perang" manajemen sampah

13 November 2025, 18:52 WIB

Yogyakarta – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta tengah dalam mode siaga penuh, menyusun strategi “perang” manajemen sampah untuk menghadapi rencana penutupan total Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan pada awal tahun 2026.

Meskipun belum menerima surat resmi, sinyal penutupan ini memaksa Kota Gudeg mencari solusi cepat dan fundamental agar terhindar dari krisis sampah yang parah.

Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko, menegaskan kesiapan pihaknya untuk terus beradaptasi di tengah keterbatasan.

“Informasi dari sejak awal, per 2026 TPST Piyungan itu benar-benar sudah tidak bisa digunakan untuk menerima sampah,” ujar Haryoko, Kamis (13/11/2025).

Kota Yogyakarta menghadapi tantangan pengelolaan sampah yang luar biasa karena keterbatasan geografis. Dengan luasan hanya 32 \text{ km}^2 dan 90 persennya berupa permukiman padat, mencari lokasi ideal untuk pengolahan sampah hampir mustahil.

Saat ini, Kota Jogja menghasilkan sekitar 332 ton sampah per hari. Ironisnya, baru sekitar 200 ton per hari yang mampu dikelola melalui unit-unit pengolahan yang ada di Nitikan, Kranon, Karangmiri, hingga Giwangan.

Ini menyisakan defisit signifikan yang selama ini bergantung pada Piyungan.

Haryoko blak-blakan, jika upaya pengolahan mandiri ini gagal, dampaknya akan fatal.

“Tanpa upaya ini, bisa dipastikan Kota Jogja akan chaos terhadap sampah,” tegasnya, mengakui terpaksa mengoperasikan unit pengolahan di tengah kawasan padat penduduk.

Pemkot Yogyakarta tak tinggal diam. Strategi utama saat ini adalah menekan sampah dari sumbernya melalui gerakan “Mas JOS” (Masyarakat Jogja Sehat, Olah Sampah).

Optimalisasi Bank Sampah: DLH telah mengoptimalkan 689 bank sampah dan gencar menyosialisasikan pentingnya pemilahan.

Peran Swasta: Sektor swasta dan off-taker diperkuat, khususnya untuk mengolah sampah organik menjadi pakan ternak dan budidaya maggot.

Namun, upaya ini masih terkendala. Dari total sampah, masih ada sekitar 52 ton per hari yang belum terkelola optimal, sebagian besar karena keterbatasan kapasitas mesin yang rentan korosi dan kerusakan.

Untuk jangka panjang, Pemkot telah menerbitkan dua surat edaran wajib mengenai pemilahan sampah di tingkat rumah tangga dan komersial.

Panduan Baru: Warga diwajibkan memisahkan sampah: Organik menggunakan plastik putih/bening, sementara Anorganik menggunakan kresek hitam.

Haryoko menekankan, keberhasilan program ini ada di tangan semua pihak: “Keberhasilan program ini tergantung pada kedisiplinan semua pihak. Jika off-taker konsisten mengambil sampah organik, masyarakat pun akan ikut disiplin memilah. Tapi kalau mereka tidak teratur, masyarakat juga akan ikut longgar.”

Pemkot berharap langkah-langkah drastis ini dapat menjaga kebersihan dan kenyamanan Yogyakarta, baik bagi warganya maupun jutaan wisatawan yang berkunjung setiap tahun, menjelang batas waktu penutupan TPST Piyungan. ***

Berita Lainnya

Terkini