KabarNusa.com – Partai Demokrat masih berhati-hati menyikapi soal polemik wacana RUU Pilkada langsung yang saat ini dalam penggodokan.
“RUU ini masih dibahas. Kalau peribahasa Jawa ojo kesusu, jangan terburu-buru,” kata politikus Partai Demokrat Ruhut di Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Selasa (9/9/2014).
Terlebih, kata dia, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada partainya untuk menunggu muara dari wacana tersebut.
“Pak SBY bilang kita tunggu saja soal wacana itu,” sambungnya.
Berbeda dengan Ruhut, Ketua DPD Partai Demokrat Bali, I Made Mudarta justru menilai pilkada tak langsung yang pernah diberlakukan selama 60 tahun berlangsung relatif baik.
Hampir tak ada kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah. “Karena memang waktu itu tidak ada anggaran negara yang terkuras. Masing-masing kandidat juga tidak mengeluarkan uang,” papar dia.
Pilkada langsung yang digelar sembilan tahun belakanan ini dampaknya sangat luar biasa.
“Kepala daerah terpilih hampir sebagian besar menjadi tersangka korupsi. Hampir 300 lebih sudah ditetapkan sebagai tersangka, karena memang biaya yang dikeluarkan oleh kandidat itu begitu tinggi,” urainya.
Kata dia, Pilkada langsung banyak hal buruk ketimbang hal baiknya. Biaya tinggi yang berujung korupsi itu dikuras untuk kampanye, pembuatan atribut, membayar saksi, serta biaya ikutannya lainnya.
“Banyak juga sengketa yang berujung di MK dan itu butuh energi. Butuh dana juga banyak. Belum lagi konflik horisontal yang timbul,” kata dia.
Pilkada tak langsung juga sejalan dengan sila keempat UUD 1945. “Legitimate dan sesuai dengan budaya, adat istiadat serta nilai-nilai yang berkembang di Indonesia.
Mengambil keputusan harus bermusyawarah, sistemnya perwakilan. Saya mendukung pilkada tidak langsung. DPRD pasti akan mencari pemimpin yang terbaik untuk daerah mereka,” katanya. (kto)