Kabarnusa.com –
Desa Adat perlu membuat aturan untuk melindungi tanah-tanah warga guna
mencegah laju alih fungsi lahan di Bali yang makin tak terkendali.
Keprihatinan
atas fenomena itu terus disuarakan berbagai kalangan di Bali belakangan
ini. Apalagi tanah yang ada di desa adat (pekraman) juga tak luput dari
praktek jual beli tersebut.
Berbagai pihak menyampaikan seruan
untuk memproteksi tanah-tanah yang ada di desa adat, baik itu tanah umum
(milik desa adat) maupun milik perorangan krama desa adat, agar tak
leluasa menjualnya.
Itu dilakukan, tak lain, untuk mencegah alih fungsi lahan dan menjaga sistem sosial desa adat agar eksitensinya tidak tergilas.
Wakil
Ketua Komisi I DPRD Bali I Wayan Tagel Arjana mendorong setiap desa
adat membuat awig awig atau perarem untuk memproteksi tanah-tanah di
desa adat.
Awig-awig itu, untuk menghambat penjualan tanah di desa adat.
Pihaknya
mendorong tokoh-tokoh adat dan Majelis Utama Desa Pakraman untuk
membuat awig-awig yang khusus mengatur jual beli tanah di desa adat.
Itu untuk mencegah alih fungsi lahan dan melindungi desa pakraman itu sendiri,” kata Tagel di Denpasar, Kamis (10/9/2015).
Kendati
tanah-tanah di desa adat sudah memiliki sertifikat, dan setiap krama
desa adat mempunyai hak untuk menjualnya, namun tidak boleh leluasa
untuk menjualnya.
“Dalam perarem bisa diatur krama desa adat
tidak boleh menjual tanah kepada investor. Boleh menjual tanah kepada
sesama krama desa adat tapi pemanfaatannya bukan untuk kepentingan
industri,” imbuh politikus Partai Gerindra itu. (kto)