Dihadiri AWK, Mediasi Dugaan Penggelapan Uang di Karangasem Tuai Kekecewan Warga

1 Februari 2020, 11:47 WIB
awak7
Senator Arya Wedakarna memediasi pertemuan membahas polemik pelaporan dugaan penggelapan uang di Desa Adat Bugbug/ist

Karangasem – Kehadiran anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) dalam mediasi pertemuan membahas polemik pelaporan terhadap oknum Ketua Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug, Karangasem (BP2DAB) ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang di Desa Adat Bugbug tidak mencapai penyelesaian tuntas.

Bahhan, keputusan berupa rekomendasi yang dinilai provokatif, membuat geram masyarakat Desa Adat Bugbug, Karangasem.

I Nyoman Purwa Arsana, salah satu tokoh Desa Adat Bugbug, yang juga anggota FPDIP DPRD Bali yang hadir saat pertemuan pada 30 Januari 2020, menilai kedatangan AWK tidak bisa menyelesaikan masalah dan bahkan justru menambah masalah baru lagi.

“Saya menyayangkan kenapa kasus kecil seperti ini harus mendatangkan Senator AWK ke Bugbug,” ucap Arsana dalam siaran pers diterima Kabarnusa.com, Sabtu (1/2/2020).

Dia menambahkan, seharusnya Klian Desa Adat Bugbug menghormati proses hukum yang sedang berproses baik di Polda Bali yang telah dilimpahkan ke Polres Karangasem atas laporan tokoh masyarakat Bugbug I Gede Ngurah maupun laporan kepada oknum yang sama ke Kerta Desa atas dugaan pelanggaran Awig-Awig dan Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug yang dilaporkan oleh I Nengah Yasa Adi Susanto.

Arsana menyayangkan, kenapa Klian Desa Adat Bugbug tidak pernah meminta bantuan kepada para tokoh Bugbug.

Di Bugbug ada anggota DPRD Karangasem dan DPRD Bali yang bisa membantu penyelesaian kasus ini. Kebetulan di Karangasem Ketua Komisi I DPRD I Nengah Suparta dan I Komang Mustika Jaya dari Bugbug.

“Saya sendiri adalah duduk DPRD Bali di Komisi III, kami sama sekali tidak pernah diundang dan diajak berdiskusi untuk penyelesaian kasus ini,” akunya.

Tokoh Jero Kanginan, Desa Adat Bugbug, Karangasem ini menilai, kehadiran AWK memediasi kasus di Bugbug, sudah melampaui tugas, fungsi dan tanggungjawab seorang anggota DPD sesuai yang diamanatkan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang perubahan ketiga UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3.

Jika AWK memposisikan dirinya selaku mediator, harusnya kedua belah pihak yang bersengketa yang meminta, bukan sepihak dari pihak terlapor. Yang membuat syok dan prihatin mereka, saat mediasi itu dikeluarkan rekomendasi yang dinilai provokatif.

Ditambahkan, mediator tugasnya membantu menyelesaikan sengketa secara damai yang tepat, efektif dan membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.

Keputusan yang dinilai provokatif itu adalah, pemberian sanksi kesepekang kepada setiap krama yang membuka rahasia desa dan melaporkan kasus adat ke kepolisian.

Hingga saat ini, belum diperoleh penjelasan dari pihak AWK terkait apa yang dilontarkan politisi PDIP Purwa Arsana. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini