Dikuasai Kartel, Menteri Susi Akui Sulit Tembus Pasar Rumput Laut Tiongkok

10 Februari 2019, 15:25 WIB
Menteri KKP Susi Pudjiastuti saat berdialog dengan petani rumput laut di Sidoarjo/humas kkp

SIDOARJO – Menteri Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengakui pasar rumput laut Tiongkok masih dikuasai kartel sehingga sulit ditembus produk asal Indonesia. Hal itu disampaikan Susi bertemu ratusan kepala keluarga di Kampung Rumput Laut, Dusun Tanjungsari, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, Sabtu 9 Februari 2019.

Dengan situasi seperti itu, Susi janjikan, akan membantu warga sekitar mencari pasar ekspor yang lebih baik untuk menampung rumput laut hasil budidaya masyarakat. Ia mengakui, selama ini Tiongkok masih menjadi pasar rumput laut terbesar, namun kartel perdagangan yang diterapkan Tiongkok membuatnya sulit ditembus.

“Saya meminta masyarakat untuk tidak berputus asa. Ia berjanji akan mencarikan pasar alternatif lainnya,” sarannya.

Susi bersama rombongan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mengunjungi Kelompok Pembudidaya Samudera Hijau Satu, yang mengintegrasikan budidaya rumput laut, udang, dan bandeng.

Didampingi Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo; Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, M. Zulficar Mochtar; Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina; dan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Menteri Susi terlebih dahulu menemui beberapa nelayan tambak, sebelum akhirnya meninjau lokasi pengolahan rumput laut.

Dalam sambutannya di hadapan sekitar 300 kepala keluarga yang hadir, Menteri Susi mengapresiasi usaha budidaya rumput laut yang ditekuni masyarakat sekitar. Ia pun berdialog, menampung berbagai keluhan dan aspirasi dari masyarakat.

Dia menyarankan koperasi warga sekitar untuk mengajukan pinjaman ke Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP). BLU LPMUKP menyediakan pinjaman dengan bunga yang jauh lebih kecil dibandingkan bank, yaitu hanya sebesar 3 persen.

Ia juga menyarankan pembudidaya rumput laut untuk mengurus resi gudang (dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan di gudang), sehingga untuk dapat meminjam modal ke bank tidak diperlukan jaminan lainnya.

“Saya lihat Bapak dan Ibu semua sudah cukup. Rumput lautnya sudah mencukupi bisa bikin semua senang, hidup tidak susah, kalau berlebih itu tentunya cita-cita kita semua. Tapi kan paling tidak, sudah tidak susah tho dengan adanya rumput laut? Alhamdulillah,” imbuhnya.

Warga sekitar memang telah menggantungkan hidup pada budidaya rumput laut yang diintegrasikan dengan udang dan bandeng. Ketua Kelompok Pembudidaya Rumput Laut, H. Mustofa mengatakan, di musim kemarau, setiap bulannya masyarakat dapat panen hingga 600 ton rumput laut kering.

Namun, di musim penghujan seperti Januari 2019 lalu, masyarakat hanya menghasilkan sekitar 197 ton rumput laut kering. Rumput laut ini dijual dalam rentang harga Rp5.800 – 7.500 per kilogramnya.

Untuk menyiasati musim penghujan, Menteri Susi menyarankan warga membangun para-para untuk menjemur rumput laut agar dapat kering meskipun tidak disinari matahari. Pada kesempatan itu, Menteri Susi menginginkan KKP memberikan bantuan bibit rumput laut yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan.

“Saya minta hasil teknik kultur jaringan, supaya nanti kualitasnya lebih sehat lagi. Jadi kalau lebih sehat nanti hasilnya lebih banyak lagi untuk bapak dan ibu semua,” demikian Susi. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini