![]() |
Diskusi mengusung tema Mengawal Pariwisata Bali Berdasarkan Protokol Kesehatan Demi Pemulihan Perekonomian Bali/ist |
Denpasar – Penerapan protokol kesehatan menjadi kunci utama
pengendalian dari penyebaran Covid-19 serta memulihkan situasi
perekonomian secara nasional.
Hal ini terungkap dalam diskusi yang digelar Forum Komunikasi Antar Media Bali
Bangkit bersama Badan Intelijen Negara (BIN) pada Kamis (10/9/20) di Grand
Inna Bali Beach, Sanur.
Diskusi mengusung tema Mengawal Pariwisata Bali Berdasarkan Protokol Kesehatan
Demi Pemulihan Perekonomian Bali ini dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka
Artha Ardhana Sukawati.
Sebagai pamateri, Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Dr Wawan Hari
Purwanto, Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata RI Henky
Hotma Parlindungan Manurung.
Kemudian Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana, Bali, I Gde Pitana,
Kepala Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Bali I Putu Astawa, Ketua Forum
Komunikasi Antar Media Bali Bangkit I Nyoman Wirata.
Dalam paparan Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Dr Wawan Hari Purwanto,
Bali merupakan salah satu daerah yang mengalami dampak ekonomi paling parah di
Indonesia akibat pandemi Covid-19. Bali selama ini sangat tergantung dari
dunia pariwisata.
Untuk itu, saat pariwisata domestik mulai dibuka, Badan Intelijen Negara (BIN)
langsung terjun ke Bali untuk memastikan agar terwujud pariwisata yang aman
berdasarkan protokol kesehatan.
“Kehadiran BIN merupakan representasi hadirnya negara dalam mewujudkan
pariwisata aman berdasarkan protokol kesehatan di tengah pandemi ini,” kata
Wawan.
Selain itu, hadirnya BIN juga bertujuan mendukung kembalinya pertumbuhan
pariwisata di tanah air khususnya Bali yang aman berdasarkan protokol
kesehatan.
Keyakinan wisatawan nusantara bahwa Bali telah dapat dikunjungi harus juga
ditunjang oleh keberhasilan Pemerintah Bali dalam mengendalikan laju penularan
Covid-19.
Beberapa indikator tersebut diantaranya adalah tidak adanya cluster baru
Covid-19 di berbagai titik destinasi dan angka kesembuhan yang semakin baik.
Meurut Wawan, kebijakan pembukaan pariwisata Bali yang aman berdasarkan
protokol kesehatan bagi wisatawan domestik yang saat ini berlangung merupakan
upaya pemulihan pariwisata dan perekonomian masyarakat Bali.
Relaksasi ini tentunya harus diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang
ketat dan konsisten. Berdasarkan data Pemprov Bali, per Agustus 2020 pekerja
yang dirumahkan sebanyak 73.631 orang.
Sedangkan yang di PHK 2.667 orang. Sementara dari segi pendapatan, Bali
kehilangan Rp 9,7 triliun setiap bulannya. Tekanan berat bagi pariwisata Bali
juga tercermin dari kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali pada Juni 2020.
Berdasarkan data BPS Bali kunjungan wisatawan hanya tercatat 32 kunjungan atau
turun 99,99 persen dibandingkan dengan kedatangan pada Juni 2019 yang sebanyak
549.516 kunjungan.
Melihat kondisi ini, pemerintah bergerak cepat dan berusaha membangkitkan
dunia pariwisata secara bertahap. Saat ini yang sedang berjalan adalah
pembukaan wisatawan nusantara atau domestik ke Bali.
Di sisi lain, belum semua kebijakan negara di dunia yang memperbolehkan
warganya untuk berwisata keluar negeri seiring belum meredanya angka penularan
Covid-19.
Untuk itu, kata Wawan, Pariwisata Bali yang kembali dibuka bagi wisatawan
domestik perlu dilaksanakan secara selektif dengan pelaksanaan protokol
kesehatan yang ketat.
“Upaya ini dilaksanakan mengingat Bali merupakan ikon pariwisata Indonesia dan
internasional, sehingga upaya pemulihan pariwisata tidak boleh mengalami
kegagalan karena akan berimplikasi besar bagi reputasi Bali maupun Indonesia,”
tegasnya.
BIN mengajak semua pihak guna optimis dan bersinergi menghadapi pandemi
Covid-19. “Situasi krisis akibat Pandemi Covid-19 bukanlah akhir dari
segalanya namun tapal batas untuk terus melakukan inovasi dan terobosan yang
tidak linier,” ajaknya.
Sebagai salah satu terobosan di era Pandemi Covid-19, Kebijakan pemulihan
sektor pariwisata aman berdasarkan protokol kesehatan membutuhkan dukungan
dari segala pihak baik pelaku pariwisata, masyarakat, pemangku adat, tokoh
agama, jurnalis hingga wisatawan itu sendiri.
Dengan kembalinya denyut nadi pariwisata domestik yang aman berdasarkan
protokol Kesehatan, diharapkan mampu menepis anggapan bahwa Bali bukanlah
surga yang hilang.
Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata RI Henky Hotma
Parlindungan Manurung, posisi Bali menjadi sangat penting bagi Indonesia.
Karena Bali merupakan ikon pariwisata dunia yang dimiliki Indonesia.
Dia mengatakan, pandemi Covid-19 bukan hanya dihadapi Negara Indonesia saja.
Karena itu, pihaknya di Kementerian Pariwisata RI bersama kementerian lainnya
telah membuatkan berbagai kebijakan dari segala sisi persoalan. Salah satunya
dari sisi suplai dengan memberikan keringan-keringanan maupun relaksasi.
“Misalnya mengenai keringanan pembayaran listrik. Begitu juga program
kementerian lainnya berupa bantuan untuk informal worker. Dan kami bersama
Pemprov Bali akan menciptakan program pemulihan Bali,” katanya.
Ketua Forum Komunikasi Antar Media Bali Bangkit I Nyoman Wirata, mengatakan,
regulasi mengenai penerapan protokol kesehatan telah dibuat Pemerintah Pusat
maupun Pemprov Bali agar bisa membangkitkan kepercayaan internasional.
Menurutnya, hal itu bisa terwujud bila seluruh komponen bekerja sama untuk
menerapkan protokol kesehatan tersebut. Setidaknya ada tiga hal yang perlu
dipastikan. Pertema, pemerintah daerah memastikan bahwa protokol kesehatan
sudah dilaksanakan benar dan tepat.
“Jangan sampai menjadi pajangan saja,” katanya mengingatkan. Guna
memastikannya, tidak bisa hanya dengan mengandalkan Satpol PP semata. Seluruh
jajaran mesti dilibatkan sampai ke tingkat bawah. Baik itu desa dinas maupun
desa adat.
Inilah yang perlu disosialisasikan dan diedukasikan kepada masyarakat.
Penerapan protokol kesehatan yang kurang maksimal akan berimplikasi terhadap
lambannya upaya pemulihan perekonomian. Terlebih Bali sejauh ini bertumpu pada
sektor pariwisata sebagai penggerak utama perekonomian.
“Ekonomi Bali terdiri dari tiga pariwisata, pertanian, dan perindustrian. Yang
menjadi motornya sekarang ini pariwisata. Ketika motor yang besar tidak jalan,
yang lain akan macet,” jelasnya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah situasi pandemi ini harus menjadi
pelajaran bagi pemangku kepentingan. Khususnya dalam menyeimbangkan
pengembangan ekonomi daerah yang tidak hanya berat ke satu sektor saja.
“Ke depan ini mesti menjadi pengalaman. Jangan sampai pariwisata dijadikan
dewa. Harus diselaraskan dengan pengembangan sektor lainnya. Sebetulnya, ini
bukan wacana baru, tapi pelaksanaannya saja yang belum,” ujarnya.(rhm)