Diskusi SMSI, Bali Tetapkan Arah: Wisata Berkualitas Jadi Prioritas Utama

Pariwisata berkualitas harus memberikan manfaat ekonomi, sosial, maupun lingkungan bagi masyarakat setempat

21 Mei 2025, 12:34 WIB

Badung– Di tengah pesatnya geliat pariwisata Bali, sebuah dialog penting mengemuka di Badung. Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Badung, pada Selasa, 20 Mei 2025, menginisiasi Diskusi Nasional yang mengusung tema krusial: “Pariwisata Berkualitas (Quality Tourism)”.

Ruang Kerta Gosana Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung menjadi saksi diskusi yang dibuka dengan pemukulan gong oleh Sekretaris Daerah Badung, Ida Bagus Surya Suamba, mewakili Bupati Badung.

Acara yang dipandu oleh I Gusti Ngurah Dibia, Sekretaris SMSI Provinsi Bali, ini menghadirkan jajaran pakar yang kaya akan pandangan.

Mereka adalah Drs. Vinsensius Jemadu, MBA., Deputi Bidang Produk Pariwisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata RI; Prof. Tjok. Oka Artha Ardana Sukawati, Ketua PHRI Provinsi Bali; Tantowi Yahya, President Commissioner Kura-Kura Bali dan Pengamat Pariwisata Nasional; serta Prof. Dr. I Nengah Dasi Astawa, M.Si., Pengamat Kebijakan Publik.

Dalam sambutannya, Sekda Surya Suamba menggarisbawahi bahwa pariwisata berkualitas adalah jembatan menuju kesejahteraan.

Pariwisata berkualitas harus memberikan manfaat ekonomi, sosial, maupun lingkungan bagi masyarakat setempat,” ujarnya, menekankan pentingnya penghormatan terhadap budaya dan kearifan lokal.

Ia juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas inisiatif SMSI ini, mengingat pariwisata adalah urat nadi perekonomian Badung.

Vinsensius Jemadu, dengan data meyakinkan, memaparkan bahwa Bali adalah bintang utama pariwisata Indonesia, menyumbang 45% kunjungan wisatawan mancanegara.

Namun, ia mengingatkan, pesatnya kunjungan juga membawa tantangan. “Bali ini perlu diawasi ketat, sehingga budaya Bali yang sakral… jangan sampai rusak,” tegasnya, menyerukan agar Bali tidak “dijual murah” kepada wisatawan yang tidak berkualitas.

Senada, Tjok. Oka Artha Ardana Sukawati membeberkan indikator pariwisata berkualitas: mudah dijangkau, nyaman, dan berkesan, mendorong wisatawan untuk kembali.

Namun, suara berbeda datang dari Prof. Dasi Astawa. Ia menantang gagasan bahwa wisatawan “berkantong tebal” secara otomatis menciptakan pariwisata berkualitas. Baginya, pariwisata harus inklusif, melibatkan rakyat Bali agar manfaatnya merata.

“Jika lebih banyak tenaga bukan lokal, apalagi asing tentu keberadaannya tidak maksimal memberi kontribusi kepada Bali,” pungkasnya, menekankan peran sentral budaya dan tradisi Bali sebagai pendorong keberlanjutan.

Melengkapi perspektif, Tantowi Yahya menyoroti keunikan Bali yang sepenuhnya bergantung pada pariwisata. Ia melontarkan gagasan berani: Bali layak menjadi Daerah Istimewa (DI) Pariwisata.

Ide ini muncul dari kebutuhan akan pengaturan khusus yang memungkinkan Bali mengelola sektor pariwisatanya secara optimal, tanpa terlalu bergantung pada pusat.

Tantowi juga tak luput menyoroti peran fundamental hukum dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan.

Menutup diskusi, Tantowi Yahya menyimpulkan bahwa meskipun para narasumber datang dari sudut pandang berbeda, mereka bersatu dalam visi “Pariwisata Berkualitas” untuk Bali.

Sebuah visi yang memerlukan dukungan kuat dari hukum dan semua pemangku kepentingan, baik pusat maupun daerah. ***

Berita Lainnya

Terkini