Denpasar – Disparitas antara Bali Selatan (Sarbagita) dan wilayah non-Sarbagita masih cukup tinggi karena itu Bank Indonesia meminta tiga ada sinergitas yang harus dijalankan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia, Erwin Soeriadimadja menegaskan hal itu saat Temu Wirasa Stakeholders 2024 pada 13 November 2024.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia, Erwin Soeriadimadja, membuka acara bersama Penjabat Gubernur Bali, Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Sang Made Mahendra.
Lebih lanjut, Erwin mengungkapkan, mengatasi masalah masih tingginya disparitas Sarbagita dan Non Sarbagit, Erwin mengemukakan tiga sinergitas
penting yang perlu dijalankan.
Tiga sinergitas itu adalah pengendalian inflasi dan swasembada pangan, mendorong digitalisasi,
serta pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Untuk memperkuat sinergitas dengan berbagai pemangku kepentingan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menggelar Temu Wirasa Stakeholders 2024 pada 13 November 2024.
Dengan mengusung
tema “Creating Your Next Move in 2025: Enhancing Economic Resilience and Equality in Bali”,
Temu Wirasa yang dikemas dalam bentuk diskusi menekankan pentingnya ketahanan ekonomi dan
kesetaraan.
Diskusi menghadirkan
narasumber terkemuka, yaitu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2020-2024, Sandiaga
Salahuddin Uno; Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Badan Pimpinan Daerah Provinsi Bali,
Prof. Dr. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, M.Si.; serta Fashion Designer (Wanita Inspiratif Indonesia),
Anne Avantie.
Temu Wirasa juga merupakan apresiasi kepada pemangku kepentingan yang telah
mendukung tugas-tugas Bank Indonesia, termasuk pemerintah daerah, pelaku usaha, UMKM, perbankan,
asosiasi, dan pemilik proyek investasi.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, menekankan bahwa meskipun
ekonomi Bali telah pulih pasca-pandemi, disparitas antara Bali Selatan (Sarbagita) dan wilayah
non-Sarbagita masih cukup tinggi.
Sejalan dengan itu, Penjabat Gubernur Bali, Mahendra Jaya
menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi Provinsi Bali dalam pemerataan pembangunan, seperti
penataan sektor penunjang pariwisata dan daya dukung lingkungan.
Mahendra menekankan pentingnya
infrastruktur strategis, termasuk peningkatan jaringan jalan Bali Utara-Selatan dan dukungan permodalan
untuk UMKM guna meningkatkan pemerataan ekonomi dan daya saing di seluruh wilayah Bali.
”Langkah
strategis tersebut dapat meningkatkan daya saing kawasan” tutur Mahendra.
Lebih lanjut, Sandiaga Salahuddin Uno menekankan, pemberdayaan UMKM dan komunitas lokal
merupakan kunci untuk memperkuat kesetaraan ekonomi di Pulau Dewata.
Kesetaraan ekonomi tidak
hanya bergantung pada satu sektor, tetapi juga membutuhkan inklusi ekonomi yang lebih luas.
”Mendorong partisipasi perempuan dan generasi muda, serta meningkatkan infrastruktur sosial melalui
akses pendidikan, menjadi langkah penting dalam mencapai kesetaraan ekonomi”, ujar Sandiaga.
Lebih
lanjut, Sandiaga mengatakan bahwa Bali belum mengalami overtourism karena potensi wisata di Bali Barat
dan Timur masih cukup besar.
Oleh karena itu, pengembangan pariwisata berbasis digital dianggap sebagai
salah satu kunci untuk mempercepat pemerataan pariwisata di seluruh Provinsi Bali.
Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, mengungkapkan bahwa wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan), menyumbang 65,96% dari total ekonomi Bali. Di sisi lain,
wilayah non-Sarbagita hanya menyumbang 31,01%. Angka ini mencerminkan ketidakmerataan yang perlu
diperhatikan dalam pembangunan Bali.
Saat ini, Bali telah mengalami transformasi besar melalui
pertumbuhan pariwisata yang pesat karena masyarakat Bali menjunjung tinggi nilai budaya, menjadikan
pariwisata budaya sebagai daya tarik utama Bali. ”Akselerasi pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat
tercapai dengan strategi pembangunan tepat sasaran sesuai keunggulan suatu wilayah”, tambah pria yang
akrab dipanggil Tjok Ace ini.
Berkaitan dengan strategi untuk meningkatkan pemerataan ekonomi di Bali,
Tjok Ace menambahkan ”Kita harus memahami karakteristik peta pengembangan Bali secara utuh dan
keberhasilan pengembangan sektor tertentu di suatu wilayah tidak berarti harus direplikasi di wilayah
lainnya”.
Dalam konteks pengembangan UMKM dan ekonomi kreatif, Anne Avantie menekankan bahwa
kunci kesuksesan dalam pengembangan ekonomi kreatif adalah keberanian (tidak takut gagal), pandai
mencari dan memanfaatkan peluang serta keseimbangan hubungan vertikal (kepada Tuhan) dan horizontal (antar sesama manusia).
”Saya berani membuka lini bisnis kuliner dengan modal keberanian dan niat untuk
meningkatkan pemberdayaan tenaga lokal” jelas Anne.
Bali memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi kreatif didukung kekayaan sumber daya alam
yang melimpah.
Sejalan dengan Program Transformasi Ekonomi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” Pemerintah
Provinsi Bali berkomitmen mendorong pertumbuhan sektor-sektor unggulan non-pariwisata, terutama
pertanian.
Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan sangat penting guna menciptakan
keselarasan antara sektor pariwisata, pertanian, dan ekonomi kreatif.
Diversifikasi ekonomi yang tepat dan terarah dapat menciptakan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif bagi masyarakat.