Dwi Astuti melanjutkan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP)mNomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagaimana telah diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh, WP tersebut diberikan fasilitas berupa pengenaan tarif PPh final 0,5% dari peredaran bruto usahanya.
Tarif PPh final 0,5% dapat digunakan oleh WP Orang Pribadi atau Badan Dalam Negeri yang
memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu Tahun Pajak.
Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku.
Berdasarkan Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama 7 tahun untuk WP Orang Pribadi, 4 tahun untuk WP Badan berbentuk koperasi.
DJP Bukukan Penerimaan PPN Rp13,45 Miliar dari 158 Pelaku Usaha PMSE
Kemudian, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP Badan Perseroan Terbatas.
“Jangka waktu tersebut terhitung sejak WP terdaftar bagi WP yang terdaftar setelah tahun 2018, atau sejak tahun 2018 bagi WP yang terdaftar sebelum tahun 2018,” tandas Dwi Astuti.
Misalnya Tuan A sebagai WP Orang Pribadi terdaftar tahun 2015, maka dia bisa
menggunakan fasilitas tarif PPh final 0,5% mulai dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2024,” sebutnya.
Tunggakan Wajib Pajak di Bali Capai Rp71 Miliar, Ini Alasan DJP Blokir 91 Rekening WP
“Sementara misalnya Tuan B terdaftar tahun 2020, maka dia bisa memanfaatkan tarif PPh final
0,5% mulai tahun 2020 sampai dengan tahun 2026,” jelas Dwi Astuti.
Selain akibat telah berakhirnya masa berlaku tersebut, tarif PPh final 0,5% dapat juga berakhir apabila dalam suatu Tahun Pajak, peredaran bruto WP telah melebihi Rp4,8 miliar atau WP dengan kemauan sendiri memilih untuk melakukan penghitungan normal menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
Apabila dalam suatu Tahun Pajak berjalan, peredaran bruto WP telah melebihi Rp4,8 miliar,
WP tersebut tetap dikenai tarif PPh final 0,5% sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan.
DJP Kecam Aksi Pamer Harta dan Kemewahan Anak Pegawai Pajak, Bisa Gerus Kepercayaan Publik
“Perhitungan normal baru dilakukan pada Tahun Pajak berikutnya,” kata Dwi Astuti menegaskan.
Apabila pengenaan tarif PPh final 0,5% telah berakhir, WP wajib membuat pembukuan untuk dapat menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
Namun demikian, apabila WP tersebut sampai dengan akhir masa berlakunya, masih memiliki
peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar, WP tersebut boleh menghitung penghasilan neto
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Gandeng PMI, KFC Indonesia Salurkan Bantuan Dana Kemanusiaan Rp1 Miliar bagi Rakyat Palestina
Dengan NPPN, WP perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, lanjut Dwi Astuti, WP tersebut juga wajib membuat pencatatan. ***