Selain itu tanggal 9 Februari 2022 merupakan masa habis MoU antara Dewan Pers dengan Kapolri terkait Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan dan Inisiasi Revisi UU ITE.
Dalam prakteknya, MoU ini merupakan salah satu instrumen bagi pers untuk mendorong dekriminalisasi terhadap pers. Sehingga MoU ini menjadi sangat penting untuk diperpanjang dan diperkuat dalam kaitannya mencegah kriminalisasi terhadap wartawan.
Salah satu poin penting layak dipertimbangan adalah memasukan pengecualian terhadap penjeratan Pasal 27 ayat 3 UU ITE kepada jurnalis seperti tertuang di dalam SKB Jaksa Agung, Kapolri dan Menkominfo tentang Pedoman Implementasi UU ITE.
Pengeroyok Jurnalis Ghinan Bebas, AJI: Preseden Buruk Kebebasan Pers
Di luar dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang juga penting untuk masuk pengecualiaan adalah Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Sedangkan Revisi UU ITE, adalah penghapusan pasal-pasal karet seperti Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 UU ITE. Momentum revisi ini juga penting dimanfaatkan oleh stakeholder pers (Dewan Pers, Organisasi Wartawan, Organisasi Perusahaan Pers dll) untuk mendorong lebih kencang legislator membuat regulasi yang melindungi kebebasan pers.
Yang tak kalah memprihatinkan, pelaku kekerasan terhadap pers menurut LBH Pers, banyak dari pejabat publik.
Sebagaimana terlihat, angka kekerasan terhadap pers Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan catatan tahunan LBH Pers pada tahun 2021 terjadi setidaknya 55 kasus, di mana terduga pelaku masih didominasi dari institusi kepolisian dengan 10 kasus.
Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pemidanaan Pejabat Publik terhadap Pembela HAM