DPRD DIY Desak Pusat Kaji Ulang Pemotongan DAU dan DAK, Khawatir Belanja Pegawai Melonjak dan Program Pembangunan Terhambat

Komisi A DPRD DIY mendesak pemerintah mengkaji ulang kebijakan pemotongan alokasi DAU dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk daerah.

13 Oktober 2025, 05:31 WIB

Yogyakarta – Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY mendesak Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan RI, untuk mengkaji ulang secara serius kebijakan pemotongan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk daerah.

Kebijakan pemangkasan dana transfer tersebut dinilai akan sangat menekan kemampuan fiskal daerah dan berpotensi menghambat program pembangunan yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat.

Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, menegaskan, DAU dan DAK merupakan sumber pembiayaan utama pembangunan di DIY.

“Kami minta pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan pemangkasan dana ke daerah. Kalau tidak dibatalkan, dampaknya akan langsung terasa pada pendapatan dan belanja daerah,” ujar Eko Suwanto baru-baru ini.

Menurut perhitungan awal Komisi A, pemangkasan dana transfer tersebut dapat menyebabkan total belanja dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DIY tahun 2026 yang semula sebesar Rp5,5 triliun, berpotensi turun signifikan.

“Hitungan kami penurunan bisa mencapai Rp600 hingga Rp750 miliar, termasuk dari DAK, DAU, Bantuan Dana Hibah (BDH), dan Dana Keistimewaan,” ungkapnya.

Selain DAU dan DAK, politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti adanya penurunan bertahap pada Dana Keistimewaan (Danais), yakni dari Rp1,4 triliun (2024) menjadi Rp1,2 triliun (2025), dan diproyeksikan hanya sekitar Rp1 triliun pada tahun 2026.

Penurunan total sekitar Rp400 miliar ini dikhawatirkan akan berdampak langsung pada program peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dampak krusial yang disoroti adalah potensi lonjakan pada persentase belanja pegawai. Eko menjelaskan, saat ini belanja pegawai dalam RAPBD 2026 tercatat 32,94 persen dari total belanja.

Namun, jika pemangkasan dana transfer benar-benar direalisasikan, persentase belanja pegawai diperkirakan akan melonjak hingga 36,2 persen.

“Kalau belanja pegawai naik, otomatis ruang untuk belanja pembangunan dan pemberdayaan ekonomi rakyat akan makin menyempit,” tegas Eko.

Kebijakan pusat ini menciptakan dinamika dalam pembahasan RAPBD 2026 yang akan dimulai Komisi A DPRD DIY bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada 13 Oktober 2025.

Sebagai strategi penguatan ekonomi daerah di tengah keterbatasan fiskal, Eko mendorong penguatan fiskal di tingkat kalurahan (desa dan kelurahan) agar dapat lebih mandiri dalam menjalankan program pemberdayaan dan pelayanan publik, sebagai langkah strategis untuk menekan kesenjangan sosial di DIY.***

Berita Lainnya

Terkini