Menantu Raih Gelar Doktor UGM, Mertua Penuhi Nazar Berkostum Prajurit Keraton saat Wisuda

Seorang pria paruh baya tampil mencolok dalam balutan kostum prajurit Kasultanan Yogyakarta saat menantunya diwisuda Pascasarjana Periode III Tahun Akademik 2024/2025

24 April 2025, 08:34 WIB

Yogyakarta -Di tengah riuh rendah Grha Sabha Pramana (GSP) UGM pada Rabu pagi, 23 April 2025, sebuah pemandangan tak biasa mencuri perhatian.

Di antara barisan tamu undangan Wisuda Pascasarjana Periode III Tahun Akademik 2024/2025, seorang pria paruh baya tampil mencolok dalam balutan kostum prajurit Kasultanan Yogyakarta.

Bukan hanya kostumnya yang unik, tapi juga boneka berhias surjan biru dan blangkon yang setia digendongnya.

Dialah Budi Prasojo, pria berusia 68 tahun yang sehari-harinya adalah seorang pensiunan guru dari Yogyakarta. Kehadirannya di sana adalah untuk merayakan keberhasilan sang menantu, dr. Sarly Puspita Ariesta, Sp.PD-KGer, yang baru saja menyandang gelar dokter subspesialis geriatri dari UGM.

Kostum unik yang dikenakan Budi ternyata menyimpan sebuah nazar yang tulus.

“Waktu anak saya (suami Sarly) lulus S-3 saat pandemi COVID-19, saya tidak sempat memakainya. Sekarang, nazar itu saya penuhi untuk menantu saya,” ungkapnya dengan nada bangga.

Nazar itu adalah mengenakan kostum Ledhek Gogik, sebuah kesenian tradisional yang kini terancam punah. Boneka yang digendongnya pun tak luput dari sentuhan kasih sayang.

Ia pakaikan surjan, blangkon, dua samir UGM, bahkan di dadanya tersemat foto sederhana keluarga kecil sang menantu.

Ledhek Gogik, bagi Budi, bukan sekadar kostum. Ia adalah representasi perjuangan masyarakat di masa sulit, ketika tiwul kering menjadi penyelamat dari kelaparan. Tarian ini, yang lahir dari kondisi memprihatinkan, kini menjadi bagian dari seni pertunjukan yang sayangnya mulai dilupakan.

“Saya ingin memperkenalkan kembali kesenian lama ini kepada masyarakat. Tarian ini juga bisa mengikuti irama apa saja,” tuturnya penuh harap. Budi sendiri aktif dalam melestarikan kesenian ini melalui Komunitas Desa Wisata Pandean, Yogyakarta.

Tak lama berselang, petugas wisuda mengarahkan Budi menuju lantai dua, tempat ia kemudian duduk di belakang panggung. Sebuah kejutan manis menanti Sarly.

Sang menantu kemudian diajak menemui ayah mertuanya.
Sarly tak bisa menyembunyikan keterkejutannya melihat penampilan unik sang ayah mertua.

Dengan mata berkaca-kaca, ia mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan tak terhingga dari keluarga, terutama suami dan ayah mertuanya. “Bapak memang budayawan.

” Beliau menyayangi saya seperti bapak saya sendiri,” ucapnya haru.

Ia bercerita bahwa Budi memang memiliki kecintaan yang mendalam pada budaya Jawa, bahkan pernah menjadi dalang dan pemain ketoprak.

Kehadiran Budi di wisuda Sarly bukan hanya sekadar wujud dukungan keluarga.

Lebih dari itu, ini adalah aksi nyata seorang ayah mertua dalam melestarikan warisan budaya yang hampir terlupakan.

Semangatnya menjadi inspirasi, mengingatkan generasi muda untuk tidak pernah melupakan akar tradisi.

Di akhir perjumpaan haru itu, Budi berpesan tulus kepada menantunya, “Bekerja yang baik, berkeluarga yang baik, berwarga negara yang baik.” Sebuah pesan sederhana namun sarat makna, yang terucap dari hati seorang ayah mertua yang penuh kasih sayang.***

Berita Lainnya

Terkini