Dua Mahasiswa UGM Sabet Juara Nasional Berkat Riset Ojek Online Perempuan

Dua mahasiswa UGM Afkaar Nabil Falah dan Nurima Setianingrum,meraih juara I kompetisi SOCIUS 2025 lewat penelitian perempuan pengemudi ojol

11 Agustus 2025, 15:56 WIB

Yogyakarta – Dua mahasiswa dari Departemen Sosiologi, FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM), Afkaar Nabil Falah dan Nurima Setianingrum, berhasil menorehkan prestasi membanggakan.

Keduanya meraih Juara I dalam kompetisi nasional SOCIUS 2025 yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Surabaya berkat penelitian mendalam tentang realitas kerja perempuan pengemudi ojek online.

Riset mereka yang berjudul “Publik di antara Negara dan Pasar yakni Perjuangan Driver Ojek Online Perempuan dalam Kerentanan yang Berlapis dan Berkelanjutan” mengungkap sisi lain dari pekerjaan digital yang selama ini dianggap fleksibel dan menguntungkan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa di balik fleksibilitas, para pengemudi perempuan menghadapi berbagai kerentanan berlapis, mulai dari ekonomi, sosial, psikologis, hingga struktural.

Fleksibilitas Semu dan Beban Ganda
Afkaar menjelaskan bahwa banyak orang masih menganggap pekerjaan ojek online sebagai solusi ramah bagi perempuan. Namun, temuan mereka justru membantah asumsi tersebut.

“Kami justru melihat adanya bentuk-bentuk kerentanan baru yang dihadapi para perempuan ini—kerentanan yang tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sosial, psikologis, bahkan struktural,” ujarnya.

Para pengemudi perempuan ini tak hanya menghadapi ketidakpastian pendapatan dan potongan besar dari platform, tetapi juga risiko pelecehan di jalan serta minimnya jaminan sosial.

Beban mereka semakin berat karena harus menanggung peran ganda sebagai tulang punggung keluarga sekaligus pengurus rumah tangga.

Dengan pendekatan kualitatif, Afkaar dan Nurima mewawancarai dua pengemudi perempuan di Yogyakarta. Salah satunya adalah ibu rumah tangga yang bekerja bersama suami, dan yang lain adalah seorang ibu tunggal yang juga merawat orang tuanya.

Terjepit di Antara Negara dan Pasar
Riset ini menyimpulkan bahwa ruang kerja digital bukanlah ruang yang netral. Para pengemudi perempuan kerap bekerja dalam situasi yang penuh stigma, bias gender, dan tanpa perlindungan hukum yang memadai.

“Ketika negara belum memberikan perlindungan nyata dan platform hanya beroperasi dengan logika pasar, posisi mereka menjadi terjepit antara negara yang absen dan pasar yang eksploitatif,” terang Afkaar.

Temuan ini menempatkan para pengemudi perempuan sebagai bagian dari kelas pekerja baru yang hidup dalam ketidakpastian, tanpa kontrak tetap, jaminan sosial, atau perlindungan hukum yang jelas.

Solidaritas dalam Keterbatasan
Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, para pengemudi perempuan ini menunjukkan daya juang yang luar biasa.

Mereka membentuk komunitas seperti Srikandi dan KGMP (Keluarga Gojek Merah Putih) untuk saling mendukung. Komunitas ini menjadi ruang alternatif untuk berbagi informasi, memberikan bantuan saat kecelakaan, dan menawarkan dukungan emosional.

“Komunitas ini kami anggap sebagai ruang publik alternatif, tempat mereka merasa aman, didengar, dan saling menguatkan,” kata Afkaar.

Melalui riset ini, Afkaar dan Nurima berharap temuan mereka dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan perusahaan aplikasi untuk merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada kelompok rentan di sektor informal digital.

Bagi mereka, karya ini lebih dari sekadar proyek akademik, melainkan sebuah bentuk penghargaan atas perjuangan para perempuan pekerja informal yang seringkali terpinggirkan.

“Kami merasa beruntung bisa menyuarakan kisah mereka. Perjuangan mereka adalah bagian penting dari upaya mewujudkan keadilan sosial di era digital ini,” tutup Afkaar.***

Berita Lainnya

Terkini