Dugaan Pelecehan 10 Murid di Gunungkidul, JCW Desak Polisi Tahan Pelaku

Kadiv Humas JPW, Baharudin Kamba menyayangkan belum ditahannya pelaku pencabulan terhadap murid-murid di Gunungkidul.

Yogyakarta Jogja Police Watch (JPW) mendesak kepolisian menahan guru ngaji sebagai pelaku dugaan pelecehan terhadap 10 murid di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kasus warga Saptosari Gunungkidul, yang diduga mencabulu sebanyak 10 murid atau anak di bawah umur menuai sorotan tajam JPW

Kata Kadiv Humas JPW, Baharudin Kamba belum ditahannya pelaku pencabulan terhadap murid-murid sangat disayangkan.

Diketahui,pelaku yang merupakan guru ngaji mencabuli 10 murid di Kapanewon Saptosari.
Hanya saja, pihak keluarga memilih tidak melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian. Polres Gunungkidul tidak dapat memproses kasus tersebut karena tidak adanya laporan korban.   

Atas hal ini, Baharudin Kamba menyampaikan, kasus tersebut seharusnya bisa diproses hukum, karena dalam peristiwa ini, kasusnya tidak termasuk delik aduan seperti kasus perzinahan (Pasal 284 KUHPidana) atau pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHPidana). 

Terdapat dua jenis laporan kepolisian baik Tipe A atau Tipe B. Dikatakan kepolisian secara internal dapat membuat laporan Tipe A.

“Itu pada dasarnya Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap) Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana,” jelas Baharudin kamba dalam keterangan tertulis Jumat 26 Juli 2024.

Menurutnya, terkait kasus asusila dan sejenisnya, polisi dapat memasukkan ke dalam kategori laporan Tipe A. Landasan pembuatan laporan tersebut mengacu pada perbuatan atau peristiwa yang ditemukan oleh polisi. Sedangkan laporan tipe B merujuk pada laporan masyarakat. 

Kendati dapat membuat laporan Tipe A, ia menyebutkan, kepolisian perlu melibatkan pihak lain untuk menghindari dampak residu yang berdampak pada korban.

“Walaupun nanti kasus ini tetap dapat diproses dengan model A yang dibuat oleh pihak polisi, korban tetap didampingi oleh psikolog anak termasuk dari Unit PPA,” katanya. 

“Sehingga korban pada saat memberikan keterangan di BAP, tidak mengalami traumatik yang berkepanjangan,” sambungnya. 

Penggalian keterangan korban masih perlu dilakukan dengan pendekatan yang lebih halus, guna menjadi dasar bukti agar perkara dapat diproses secara hukum. Pelaku tidak bisa hanya diberikan efek jera, melalui sanksi sosial dengan meninggalkan tempat tinggalnya. 

“Proses hukum dapat tetap dijalankan selain pemulihan terhadap korban dugaan asusila ini juga menjadi hal yang penting untuk dilakukan,” tandas Baharudin Kamba. 

Persoalan bisa dihukum atau tidak, lanjut dia, soal hukuman ringan atau berat, diserahkan pada proses hukum berjalan nanti.

“Hal ini penting untuk menimbulkan efek jera dan tidak menimpa anak-anak yang lain,” tutupnya.***

Berita Lainnya

Terkini