Ekonom: Ada yang Tak Wajar dalam Pencopotan Dirut Garuda

11 Desember 2019, 11:02 WIB

Jakarta – Pencopotan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia yang diduga terlibat dalam kasus penyelundupan motor mewah merk Harley Davidson dan sepeda mewah merk Brompton menyisakan tanda tanya bahkan dinilai ada hal yang tidak wajar.

Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengatakan, harus dijelaskan apakah pencopotan itu sebagai hukuman (punishment) atas kesalahan penyelundupan motor mewah merk Harley Davidson dan sepeda mewah merk Brompton yang telah dilakukan oleh I Gusti Ari Askara, atau ada dasar pertimbangan lainnya.

Erick Tohir dalam kapasitasnya sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak bisa hanya mencari simpati dan dukungan publik serta menebar citra ketegasan dengan hanya mencopot Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia sebagai hukuman (punishment) atas kesalahan tersebut.

“Dalam perspektif atau teori ilmu manajemen perusahaan, bahwa tugas pokok dan fungsi pengawasan atas kinerja Dewan Direksi (Dedir) juga berada pada Dewan Komisaris (Dekom),” tutur Defiyan dalam perbincangan, Rabu (11/12/2019).

Bahkan, dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN secara tegas dinyatakan pada Pasal 32, bahwa: “Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

Pertanyaannya adalah, bagaimana materi AD/ART PT. Persero Garuda Indonesia yang ada saat ini, dan apakah keterlibatan Ari Askara dalam tindakan penyelundupan motor dan sepeda itu selaku Dirut Garuda merupakan sepengetahuan Dekom?

Kata Defiyan, inilah data dan fakta yang harus diselidiki terhadap konsistensi dan keadilan perlakuan atas kesalahan yang telah diperbuat oleh Dewan Manajemen sebuah perusahaan BUMN.

“Hal ini ditujukan supaya pencopotan Ari Askara selaku Dirut tidak dilakukan sebagai sebuah reaksi saja, namun merupakan tindakan hukum yang berkeadilan,” tegas alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini.

Jika mekanisme hukuman (punishment) ini hanya berdasar pertimbangan kesalahan yang telah diperbuat dan tanpa dilakukan dengan telaahan yang mendalam dan berdasar UU BUMN, terutama soal kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Pasal 14 dan 29 yang harus menghadirkan Dewan Komisaris, maka hal ini akan menjadi preseden buruk atas pengelolaan hukuman bagi Direksi BUMN di masa datang.

Berdasarkan hal itu, lanjut Defiyan, maka dalam kasus pencopotan Ari Askara sebagai Dirut Garuda Indonesia tersebut, maka Menteri Erick tidak saja telah berlaku tak wajar dan adil, tapi juga melanggar UU dan AD/ART perusahaan. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini