![]() |
Demo mahasiswa di Jakarta/suara.com |
Jakarta – Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA-PPMI) menilai gerakan mahasiswa yang turun ke jalan belakangan ini adalah murni dan bertujuan mulia sehingga semestinya didengar pembuat kebijakan pemerintah dan DPR.
Mahasiswa melakukan aksi untuk meluruskan Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hasil revisi dan sejumlah rancangan maupun revisi undang-undang yang berisi pasal-pasal bermasalah.
Bersama elemen masyarakat lainnya, mahasiswa yang mencoba mengingatkan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk meluruskan Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hasil revisi dan sejumlah rancangan maupun revisi undang-undang yang berisi pasal-pasal bermasalah justru direspon dengan sikap represif aparat keamanan.
Di Jakarta, ratusan mahasiswa terluka. Kekerasan yang sama juga dialami mahasiswa di sejumlah kota lain. Bahkan di Kendari, dua mahasiswa Universitas Haluoleo meninggal.
Immawan Randi meninggal karena luka tembak, sedangkan Muhamad Yusuf Kardawi meninggal karena luka parah di kepalanya. Ketua FAA PPMI Agung Sedayu menegaskan, gerakan mahasiswa adalah murni dan memiliki tujuan yang mulia.
Masyarakat patut bersyukur bahwa mahasiswa bersedia mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran mereka untuk mengingatkan pemerintah serta parlemen tentang bengkoknya sejumlah rancangan atau revisi undang-undang.
“Semestinya gerakan mahasiswa tersebut disambut dengan suka cita dan didengarkan suara mereka,” ucapnya. Mahasiswa kembali turun ke jalan di berbagai kota. Rencananya aksi akan berlanjut hingga hari pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, awal Oktober.
Dengan melihat kondisi tersebut, FAA PPMI menyampaikan sikapnya. Pertama meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mendengarkan suara mahasiswa. Gerakan mahasiswa adalah bagian dari upaya menyuarakan aspirasi rakyat untuk kebaikan negeri ini.
Kedua, meminta aparat keamanan untuk tidak melakukan pendekatan represif terhadap mahasiswa dan para peserta aksi unjuk rasa.
“Sejatinya tugas aparat keamanan adalah melindungi dan mengayomi para mahasiswa serta seluruh peserta aksi, karena itu pendekatan kekerasan jelas tidak bisa dibenarkan,” katanya mengingatkan.
Ketiga, meminta mahasiswa dan para peserta demonstrasi untuk melakukan unjuk rasa dengan damai.
Keempat, meminta aparat keamanan mematuhi Undang-undang Pers dan memberi akses seluas-luasnya bagi jurnalis untuk menjalankan tugas mereka memenuhi hak publik atas informasi.
Kelima meminta pers untuk terus menyampaikan informasi secara jujur, sesuai fakta, dan mematuhi kode etik jurnalistik.
“Keenam meminta masyarakat dan semua pihak untuk menahan diri, tidak mudah terprovokasi, serta tidak menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya,” demikian Agung. (rhm)