![]() |
Sekda Kota Denpasar AA Ngurah Rai Iswara saat memberi sambutan pada Festival Ronde yang digelar PITI Bali |
Denpasar – Malam itu, kediaman Tresno Wikando Raharja, tokoh muslim Tiongha di Denpasar menjadi potret indah bagaimana rajutan toleransi, kerukunanan antarumat beragama tercipta dengan bingkai budaya dalam Festival Ronde.
Ratusan orang dari berbagai agama, lengkap dengan busana khas masing-masing, berkumpul, bersilaturahmi, bercengkrama dalam suasana hangat di rumah Raharjo Jalan Gunung Sari d2-4 Banjar Karangasari, Padang Sambian Kaja, Denpasat Barat, Sabtu 21 Desember 2019 malam.
Suasana semakin semarak, dengan penataan panggung dan tata lampu warna-warni di rumah yang memiliki keunikan khas Tiongha bercampur ornamen Islam.
Seluruh undangan, mulai anak-anak kaum muda hingga orang tua, menikmati suasana, sembari mencicipi manis dan hangatnya wedang ronde, yang dalam Bahasa Cina dikenal “Dong Chi”.
Selain wedang ronde yang menjadi tema pertemuan yang diinisiasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), ada juga makanan minuman populer seperti bakso dan bubur ayam seafood.
Tampak diantara ratusan undangan Sekda Pemkot Denpasar AA Ngurah Rai Iswara, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW PITI) Bali, Mulyono, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Bali H Aminullah, Ketua Perhimpunan Tiongha Indonesia (INTI) Bali Sidarta Indrajaya dan tokoh pemuda masyarakat lainnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPE PITI Bali Mulyono mengungkapkan, acara yang baru pertama kali digelar itu, untuk mengangkat budaya Tiongha dalam hal ini, dalam bentuk kuliner Festival Ronde.
“Tujuannya, karena karena dari PITI sebagian kami merupakan warga Tiongha, sekaligus warga muslim,kami ingin mengangkat budaya kami salah satunya kuliner dalam Festival Ronde atau Dong Chi,” jelasnya.
![]() |
Tokoh Tiongha W Subrata saat menjelaskan sejarah dan filosofi wedang ronde |
Biasanya, festival itu digelar di negara asal, menjelang musim dingin. Untuk di Bali, maka pihaknya mencoba mengemas disesuaikan dengan kondisi yang ada.
“Banyak makna dalam festival ronde ini, makna itu, kita bersatu berbagai macam-macam warna ada merah, hijau, kuning dan lainnya semua, dalam rasa yang manis dan kehangatan ada juga di sana,” tuturnya.
Karena itulah, momentum berharga ini, pihahnya hendak menyampaikan pesan kepada semua bahwa perbedaan baik agama dan etinis itu bisa disatukan seperti halnya wedang ronde yang memberikan rasa manis dan kehangatan.
“Kita hendaknya sama sama duduk bersama, untuk Bali dan negara kita tercinta,” tandas Mulyono. Saat memberi sambutan Sekkot Denpasar Rai Iswara mengatakan, festival ini salah satu yang mendukung visi Kota Denpasar yakni berwawasan budaya.
“Mari kita tidak lipstik di bibir, berbicara masalah keagamaan adalah berbicara kebenaran dan kebaikan, kami berharap tindak lanjut pertemuan keagmaan, nafas keaganaanm mari jabarkan dalam tindak nyata membangun bangsa, kami berharap semua komponen di Denpasar, bisa berpartisipasi baik di bidang kebersihan, ketertiban, lalu lintas dan bidang lainnya,” imbuhnya. (rhm)