Denpasar -Agus Samijaya, seorang advokat dan pemerhati isu agraria, secara resmi menyandang gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Udayana.
Melalui disertasinya, ia menyoroti urgensi rekonseptualisasi Bank Tanah untuk mewujudkan reforma agraria dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya para petani.
Disertasi yang dipertahankan Agus Samijaya berjudul “Rekonseptualisasi Badan Bank Tanah Dalam Mewujudkan Reforma Agraria Untuk Kesejahteraan Rakyat” ini secara khusus mengkritik kebijakan yang dinilainya kurang berpihak pada petani.

Menurutnya, kapitalisasi tanah yang terjadi hampir di seluruh Indonesia menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan sektor pertanian.
“Soal kapitalisasi tanah ini hampir terjadi di semua wilayah. Secara struktural, Indonesia banyak tekanan dari negara-negara besar karena kita tergabung di World Trade Organization dan World Bank,” jelasnya dalam sidang promosi doktor.
Kritik Sistemik dan Solusi Holistik
Agus mengemukakan data bahwa 27 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia adalah petani yang terkonsentrasi di pedesaan. Ia menyoroti kegagalan sistem perbankan dalam mendukung sektor pertanian, yang memaksa petani bergantung pada rentenir dan tengkulak.
Kondisi ini, kata Agus, membuat petani berada dalam posisi yang sangat rentan.
“Sektor perbankan itu tidak mau membangun pertanian. Petani-petani kita seperti hidup segan mati tak mau karena ketika panen, harga anjlok,” tambahnya.
Dalam pandangannya, Bank Tanah harus hadir sebagai solusi dengan agendanya yang bersinergi dengan reforma agraria, yaitu mendistribusikan aset tanah kepada petani dan masyarakat miskin.
Ia yakin, langkah ini tidak hanya akan memperbaiki kesejahteraan, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional.
Sorotan Khusus untuk Bali
Dalam konteks Bali, Agus menyoroti risiko investasi pariwisata yang tidak terkontrol, yang memicu alih fungsi lahan pertanian secara masif.
Hal ini, menurutnya, tidak hanya mengancam keberadaan sistem subak yang agung, tetapi juga menyebabkan bencana lingkungan, seperti banjir di Denpasar yang sebelumnya jarang terjadi.
“Jangan sampai sistem subak di Bali yang begitu agung mati. Itu akibat proses investasi yang tidak terkontrol, baik dalam konteks perizinan maupun tata ruang,” tegasnya.
Agus juga menekankan pentingnya regulasi pemerintah daerah yang berpihak pada sektor pertanian, bukan semata-mata pada pariwisata, agar terjadi diversifikasi ekonomi.
Sidang promosi doktor yang berlangsung sukses ini mendapatkan apresiasi dari tim penguji yang terdiri dari para ahli hukum dan akademisi, di antaranya Prof. Dr. I Putu Sudarma Sumadi dan Dr. Ir. I Wayan Koster.
Dengan IPK 3,91, Agus Samijaya berhasil menuntaskan studi doktoralnya dalam waktu empat tahun satu bulan. Ia berharap disertasinya dapat menjadi catatan penting bagi para pembuat kebijakan untuk mengutamakan perlindungan petani dan lingkungan. ***

