![]() |
ilustrasi |
Kabarnusa.com – Forum beranggotakan dokter dan ahli kesehatan masyarakat di Bali mendesak Kementerian Kesehatan membuat regulasi khusus penanganan bagi korban oplosan (methanol) untuk bisa diterapkan di puskesmas hingga rumah sakit di seluruh Indonesia.
Persoalan oplosan sudah masuk dalam tahap kritis dan darurat sehingga perlu adanya penanganan yang lebih terpadu, baik itu berupa kampanye anti oplosan di tingkat pendidikan formal dan informal.
“Kurikulum pendidikan bermuatan lokal di pendidikan lanjutan kedokteran maupun kesehatan hingga regulasi yang memihak korban oplosan, ” kata Ketua Tim Perumus dari Universitas Udayana Bali, I Made Subrata usai workshop Pencegahan dan Penanggulangan Korban Oplosan di Bali dalam siaran persnya diterima Kabarnusa.com, Rabu (24/6/2015).
Subrata mengatakan seluruh ahli yang diundang sebagai peserta, termasuk dari kedokteran kepolisian sampai tingkat puskesmas di Bali yang sering menangani korban oplosan, sepakat perlu adanya payung hukum yang jelas agar tidak Ada lagi korban meningkat akibat oplosan.
Payung hukum itu misalnya mengatur penyediaan ethanol (bir, wine, vodka dan minuman alkohol lainnya) di puskesmas dan rumah sakit untuk menangani korban oplosan. Salah satu cara menolong korban oplosan ya dengan diberikan etanol
Diketahui, tahun 2009 Hanoch – Victor dkk melaporkan ledakan kasus keracunan metanol di Bali. Dari 31 pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah 93,54 persen laki-laki dan sisanya perempuan.
Awal tahun 2013 lalu, Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr, mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan pengawasan atas oplosan. Desakan ini dilakukan setelah seorang pemuda Australia, Liam Davies meninggal dunia di rumah sakit Sir Charles Gardner, Perth Australia, setelah pemuda itu mengkonsumsi arak oplosan ketika merayakan tahun baru di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kematian Liam pun memicu reaksi keras masyarakat Internasional, terlebih lagi sebelumnya seorang pelajar putri asal Sydney mengalami kebutaan setelah mengkonsumsi oplosan di Bali, sementara wisatawan asal Swedia meninggal dunia di Lombok dalam kasus yang sama.
Rektor Universitas Udayana, Prof. DR. dr Made Suastika Sp.PD (KEMD) mengatakan untuk menangani masalah itu bukan dengan regulasi pelarangan dan pembatasan menjual minuman beralkohol melainkan dengan edukasi kepada masyarakat.
Sejumlah regulasi baik ditingkat Peraturan Daerah (Perda) maupun Pusat (RUU Minol) tidak efektif menekan korban oplosan dan penyalahgunaan minuman beralkohol.
“Perlu edukasi secara terpadu, baik berupa edukasi di dunia pendidikan melalui kurikulum dan model penyuluhan kepada masyarakat di daerah yang banyak memakan korban oplosan, ” katanya.
Selain membuat Standart Operasional penanganan korban oplosan di puskesmas dan rumah sakit, Made mengatakan pihaknya juga akan mendampingi para pembuat minuman beralkohol tradisional Arak Bali di Karangasem Bali agar tidak tercampur dengan methanol.
“Minuman beralkohol sudah menjadi budaya dalam masyarakat. Sehingga tidak hanya peminumnya, para pembuatnya juga harus mendapatkan edukasi, ” katanya.
Arak Bali, yang mulai dikenal di era tahun 90-an, setelah dipopulerkan oleh grup Band Slank dengan lagu berjudul “Bali Bagus”, kini mulai dikenal dunia internasional. Minuman tradisional asal Bali itu kini berhasil dipajang bersama minuman sejenis lainnya di salah satu gerai penjualan minuman beralkohol di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.
Sebuah produk lokal yang dikemas sedemikian rupa itu, kini siap bersaing dengan merek minuman beralkohol lainnya setelah minuman beralkohol di Bali pernah menjadi sorotan dunia internasional tahun 2013 silam. (gek)