Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karan berikan keterangan pers (foto:kabarnusa) |
DENPASAR – Tim Gabungan Mabes Polri dan Bank Indonesia Perwakilan Bali melakukan penertiban terhadap Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing usaha (KUPVA) yang dinilai merugikan wisatawan dan mencoreng citra pariwisata di Pulau Seribu Pura.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana mengatakan, pihaknya telah mensinyalir keberadaan KUVA ilegal di sejumlah wilayah terlebih di daerah yang menjadi sentra pariwisata di Denpasar dan Badung.
“Jumlah KUVA tak berizin yang kita identifikasi mencapai 70, tentu ini angka ini tidak final karena ada ratusan usaha penjualan valuta asing yang beroperasi di Bali,” katanya kepada awak media, Senin (10/4/17).
Pihaknya sudah memberikan relaksasi sampai tanggal 7 April 2017 agar perusahaan penukaran valuta asing segera mengurus izin yang diperlukan dan setelahnya BI akan melakukan penertiban. Hanya saja, dari imbauan BI itu, belum mendapatkan respons sepenuhnya pelaku valuta asing di mana mereka tetap beroperasi meski ilegal.
Untuk itu, pihaknya bersama kepolisian melakukan penertiban ke sejumlah wilayah untuk menindak pelaku valuta asing. “Jadi, jangan main-main dengan citra pariwisata di Bali, kami akan bertindak tegas,” tukas Iman.
Di pihak lain, pihaknya juga telah meminta pihak desa adat untuk membantu dalam mensosialisasikan agar masyarakat pelaku usaha valuta asing mematuhi ketentuan dan undang-undang yang berlaku.
Dalam kesempatan sama, Kepala Divisi Sistem Pembayaran, Pengelolaan Uang Rupiah dan Layanan Administrasi Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali Zulfan Nukman menegaskan penertiban KUPVA di Bali melibatkan Bareskrim Mabes Polri namun untuk kali ini tidak melibatkan media seperti rencana sebelumnya.
Rencananya, dalam penertiban itu, tim akan menempelkan stiker bertuliskan keterangan KUPVA tidak berizin dengan logo Bank Indonesia dan Bareskrim Mabes Polri.
Nantinya, setelah sidak ternyata KUPVA itu aktif lagi dan bahkan mencabut stiker yang ditempelkan maka akan dikenakan pasal pidana dan akan ditindak tegas. Langkah tegas itu semata guna melindungi konsumen terutama wisatawan asing yang tengah berlibur di Pulau Bali.
Pihaknya mengkhawatirkan, jika KUPVA ilegal terus beroperasi maka bisa merusak citra pariwisata Bali. Pasalnya, Banyak KUPVA yang menetapkan komisi sekian persen bila bertransaksi dengan wisatawan.
Data dilansir BI Bali, hingga kini terdapat 70 KUPVA yang tidak berizin yang tersebar di beberapa pusat destinasi pariwsata Bali seperti Legian, Seminyak dan Sanur. Sampai 31 Januari 2017, tercatat KUPVA di Bali mencapai 689 unit. Jumlah ini terdiri dari 142 kantor pusat dan 547 kantor cabang.
Zulvan menambahkan, baru-baru ini BI menolak memberikan izin untuk 4 KUPVA karena tidak memiliki komitmen baik untuk memenuhi kualifikasi sebagaimana layaknya aktifitas KUPVA. Beberapa diantaranya tidak membuat laporan bulanan, tidak membuat laporan transaksi ke PPATK dan seterusnya.
“Kami mendapatkan laporan dari PPATK tentang adanya KUPVA yang tidak melaporkan transaksinya. Hal ini sangat penting untuk menghindari transaksi mencurigakan, seperti membiayai narkoba, terorisme dan tujuan negatif lainnya,” demikian Zulfan. (rhm)