![]() |
Gubernur Bali Wayan Koster/ist |
Denpasar – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskam selain komprehensif,
apa yang dimuat dalam UU Ciptaker juga dimaksudkan menghilangkan ego sektoral
yang selama ini menjadi hambatan dalam proses perizinan.
Untuk itu, dia mendukung reformasi perizinan berbasis Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Reformasi ini diharapkan dapat menyederhanakan proses perizinan sehingga
segala bentuk izin bisa diperoleh lebih cepat, mudah, murah dan berpihak pada
rakyat kecil.
Penegasan itu diutarakannya saat didaulat menjadi narasumber pada acara
Talkshow Tata Ruang Pasca Undang-Undang Cipta Kerja dengan tema ‘Kupas Tuntas
Reformasi Perizinan Berbasis RDTR’ yang dilaksanakan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Denpasar, Kamis (5/11/2020).
Talkshow dilaksanakan dengan dua pola, sebagian narasumber dan peserta hadir
langsung di Aula Prona Lantai 7 Gedung Kementerian ATR/BPN, sedangkan Gubernur
Wayan Koster mengikuti secara virtual dari Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha, Denpasar.
Ketua DPD PDIP Bali ini mengapresiasi dan memuji langkah pemerintah
mengeluarkan UU Cipta Kerja. Apresiasi dan pujian yang diutarakannya itu bukan
tanpa alasan.
Dia menyebut, sebelum menyampaikan pendapat tentang sebuah undang-undang, ia
terlebih dahulu harus memahami secara utuh, detail hingga titik dan komanya.
“Saya tiga periode duduk di DPR dan 20 undang-undang yang dirancang. Tapi
belum pernah ada undang-undang yang kontennya komprehensif, seperti
undang-undang Cipta Kerja ini,” ujarnya.
Selain komprehensif, apa yang dimuat dalam UU Ciptaker juga dimaksudkan
menghilangkan ego sektoral yang selama ini menjadi hambatan dalam proses
perizinan.
Menurutnya ini merupakan terobosan luar biasa yang dilakukan pemerintah untuk
mengharmoniskan antarsektor.
Gubernur Koster berharap, implementasi UU Cipta Kerja ini dapat merubah
perilaku di bidang perizinan yang cenderung bikin susah, birokrasi panjang,
berbelit-belit dan tidak ada kejelasan standar.
Ia lantas mencontohkan proses
pengeluaran izin hotel dan restoran di daerah Bali.
“Ada yang sampai bertahun-tahun, ada yang bisa cepat, ada yang bayar, ada yang
gratis. Tidak ada standar yang sama antar kabupaten/kota. Padahal jenis
izinnya sama,” ungkapnya.
UU Ciptaker merupakan satu langkah strategi pemerintah untuk mewujudkan
standarisasi bidang perizinan sehingga tidak ada lagi perbedaan yang terlalu
jauh terkait waktu dan biaya pengurusan izin antar kabupaten/kota.
“Saya harapkan kita akan memiliki proses perizinan yang sederhana, murah,
cepat dan berpihak pada rakyat,” katanya.
Bali juga sangat berkepentingan dengan reformasi perizinan karena saat ini
tengah fokus pada pengembangan koperasi dan UMKM. Dengan penyederhanaan proses
perizinan ia ingin pelaku UMKM di Bali bisa lebih mudah mengembangkan usaha.
Oleh sebab itu, ia sangat berharap pemerintah segera mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) sehingga undang-undang ini dapat segera dilaksanakan. “Kami
menunggu tindaklanjut dari undang-undang ini dan siap melaksanakannya,”
pungkasnya.
Sementara itu Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil dalam paparannya menguraikan bahwa
salah satu tujuan dikeluarkannya UU Ciptaker adalah untuk menyederhanakan
proses perizinan.
Menurut dia, regulasi sebelumnya dinilai menghambat dan tak berpihak pada
UMKM. Kata dia, undang-undang ini mengusung semangat perubahan. UMKM
berkembang dan menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja.
Khusus untuk bidang ATR/BPN, sistem perizinan nantinya akan berbasis sistem
Geopasial Tata Ruang (Gistaru). “Kita harapkan akan jauh lebih baik. Mau
investasi apa, cukup lihat di Gistaru,” imbuhnya.
Senada dengan Sofyan Djalil, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki juga
menyampaikan rumitnya proses dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi sehingga
kebanyakan UMKM tidak mengantongi izin usaha dan pada akhirnya tetap masuk
dalam kelompok sektor informal.
Ia berharap, UU Ciptaker menjadi angin segar bagi pelaku UMKM agar ke
depan dapat berkembang dan memiliki daya saing. (rhm)