Denpasar – Rokok bukan lagi ancaman kesehatan yang hanya menyasar orang dewasa. Di Indonesia, perilaku merokok telah merajalela hingga ke kalangan anak-anak dan remaja, memicu kekhawatiran serius terkait masa depan generasi emas bangsa.
Simposium Indonesian Conference On Tobacco Or Health ICTOH ke-10 digelar di Bali dengan tajuk “Mengawal Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas: Memperkuat Lingkungan Tumbuh Kembang Anak melalui Implementasi Kebijakan yang Berpihak pada Anak” menjadi wadah krusial untuk menyoroti masalah ini dan mendesak tindakan nyata.
Data Mengkhawatirkan: Anak Terpapar Iklan dan Jadi Perokok Dini
Data terbaru dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) sangat mengkhawatirkan: 97% anak pernah melihat iklan rokok, dan 73% di antaranya melihat iklan tersebut di dekat lingkungan sekolah mereka.
Sebuah polling yang melibatkan 270 anak muda dari TC Warriors di berbagai wilayah Indonesia mengungkapkan bahwa paparan iklan rokok terjadi melalui berbagai platform: 85% di televisi, 80% di billboard, dan 67% di media sosial.
Parahnya, iklan rokok tak hanya merusak kesehatan fisik, tetapi juga memicu dampak psikologis. Sebanyak 77% anak merasa tidak nyaman dan 90% tidak setuju dengan sponsor rokok di acara musik dan olahraga. Lebih menyedihkan, 65% anak merasa sedih melihat idola mereka mempromosikan rokok.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 melaporkan bahwa dari sekitar 70 juta perokok aktif di Indonesia, 7,4% adalah anak berusia 10-18 tahun.
Kelompok usia 15-19 tahun mendominasi dengan 56,5%, diikuti usia 10-14 tahun dengan 18,4%. Angka ini jauh melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan prevalensi perokok anak sebesar 8,7%.
Rokok Konvensional dan Elektrik: Sama Berbahayanya
Dr. Ni Luh Sri Apsari, M. Biomed., Sp.A dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), menegaskan bahwa baik rokok konvensional maupun rokok elektrik sama-sama berbahaya. Rokok konvensional mengandung nikotin yang adiktif, karbon monoksida yang beracun, dan tar yang menjadi pemicu utama kanker paru-paru.
Sementara itu, rokok elektrik, meskipun sering dianggap lebih aman, juga mengandung nikotin, formaldehida, logam berat, dan agen perasa. “Efek jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui, namun sudah terbukti berbahaya karena berisiko menyebabkan kecanduan yang lebih cepat, gangguan paru (EVALI), dan menjadi jembatan menuju rokok konvensional,” jelas Dr. Apsari.
Bahaya rokok bagi tumbuh kembang anak sangat multidimensional, meliputi perlambatan pertumbuhan berat dan tinggi badan, peningkatan risiko stunting, penyempitan pembuluh darah (gangguan kardiovaskular), serangan jantung, stroke, gangguan kesuburan, disfungsi ereksi, hingga gangguan kehamilan.
Tak hanya fisik, dampak pada otak juga signifikan, menyebabkan gangguan perkembangan otak, perilaku, kecanduan, dan penurunan prestasi akademik akibat nikotin yang memengaruhi daya ingat dan konsentrasi.
Peran Krusial Keluarga dan Penegakan Hukum
Kak Seto Mulyadi, Ketua Umum LPAI, menyoroti pentingnya peran orang tua dan keluarga dalam melindungi anak dari bahaya rokok. “Orang tua harus menjadi teladan dengan tidak merokok atau tidak menunjukkan bahwa merokok adalah perilaku yang wajar,” tegasnya.
Ia juga mendorong edukasi dini tentang bahaya rokok dan pembentukan komunitas Keluarga SABAR (Sadar Bahaya Rokok).
Senada dengan itu, Ni Luh Gede Yustini, S.H., Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Bali, menekankan bahwa penegakan hukum dalam pengendalian tembakau perlu memperhatikan substansi, struktur, dan budaya hukum.
“Penegakkan hukum yang efektif tidak hanya bergantung pada substansi hukum yang baik, tetapi juga pada struktur hukum yang efisien dan budaya hukum yang mendukung,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa pelibatan anak dalam bahaya rokok dapat dipidana.
Suara Anak: Mendesak Kebijakan yang Berpihak pada Mereka
Ayu Arini Dipta Septina, Duta Anak Nasional 2025/TC Warriors LPAI Bali, menyampaikan “Suara Anak Indonesia” dari Kongres Anak Indonesia Tahun 2025. Anak-anak Indonesia memohon kepada pemerintah untuk merealisasikan suara mereka, menindaklanjuti keputusan bersama, serta meningkatkan sarana dan prasarana edukatif bagi anak, orang tua, dan masyarakat.
Mereka juga mendesak pemerintah untuk mempertegas implementasi regulasi terkait pengoptimalan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Iklan, Promosi, dan Sponsorship Rokok (IPSR), serta melakukan rehabilitasi khusus bagi perokok usia anak.
“Kami (Anak Indonesia) berharap permasalahan rokok dalam dunia anak dapat segera teratasi dengan baik, sehingga kami bisa terbebas dari jeratan asap rokok,” pungkas Ayu, menyerukan “Together We Grow, Together We Protect – a Save World For Every Child. ***