Inilah Catatan YLKI soal Penegakan Hukum Elektronik dalam Berlalulintas

26 November 2018, 02:30 WIB

IMG 20181126 115440

JAKARTA – Penerapan ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dan IVRIS-SMS INFO 8893 selain memiliki kelebihan dalam penegakan hukum secara online dalam Berlalulintas dinilai juga memiliki sejumlah kelemahan.

Diketahui, bertempat di Bundaran HI, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya melakukan _grand launching_ ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dan IVRIS-SMS INFO 8893, Minggu (25/11/2018).

Penegakan hukum secara elektronik (ELTE) adalah hal yang positif dan layak diberikan apresiasi. Hal yang demikian sudah menjadi kelaziman di sektor lalu lintas, dan sudah lama diterapkan di negara-negara maju. Bahkan Kota Ho Chi Min City di Vietnam pun sudah menerapkannya.

“Pada konteks pelayanan publik, ETLE juga merupakan inovasi pelayanan publik karena adanya unsur kebaruan, kemudahan, dan mempunyai akuntabilitas tinggi,” tutur Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam rilis.

Dan juga bisa direplikasi di daerah lain. Fenomena suap antara oknum polantas dengan pelaku pelanggar lalu lintas yang selama ini sering terjadi, akan hilang. Selain itu, ETLE juga akan mendorong perilaku positif bagi pengguna kendaraan bermotor di Jakarta. Pengguna ranmor akan mematuhi rambu-rambu lalu lintas tanpa harus melihat ada polisi atau tidak.

Tetapi akan dimonitor oleh “banyak mata”, yakni kamera-kamera yang bisa meng-_capture_ nomor kendaraan pemilik ranmor, karena berbasis kamera ENPR, jenis kamera tercanggih saat ini. Oleh karena itu, masyarakat pengguna ranmor di Jakarta seharusnya lebih patuh, dan waspada untuk tidak melanggar rambu-rambu lalin.

Bahkan, ETLE juga akan mendorong perwujudan lalu lintas di Jakarta yang lebih tertib dan teratur, dan selanjutnya bisa mengurangi kemacetan lalin di Kota Jakarta. Salah satu pemicu kemacetan adalah adanya ketidakpatuhan pengguna ranmor di jalan raya.

Namun, ada beberapa catatan YLKI terkait penerapan ETLE, yakni memiliki kelemahan untuk kendaraan berplat non B, maka tidak akan terdeteksi. Dan artinya jika ada kendaraan plat non B yang melanggar, maka tidak bisa dilakukan penegakan hukum.

“Llu bagaimana polisi akan melakukan pengawasan terhadap kendaraan berplat non B tersebut, yang masih banyak beredar di Jakarta?,” ucap Tulus. Selain itu, penerapan ETLE jangan hanya menjadi proyek uji coba/sementara saja, tetapi harus menjadi program yang permanen untuk memperkuat penerapan ERP (Electronic Road Pricing).

Belum fiksnya teknologi ELTE yang digunakan, keberlanjutan ETLE bisa berhenti di tengah jalan. Sebaiknya bank tempat pembayaran ETLE bukan hanya BRI saja, tapi multi bank, dengan tujuan memudahkan akses masyarakat membayar denda tilang.

Bagi masyarakat pemilik kendaraan bermotor, baik mobil dan sepeda motor, yang belum balik nama; sebaiknya segera melakukan balik nama. Sebab surat pelanggaran ELTE akan dikenakan dan dikirim by pos, atas nama pemilik yang tertera pada STNK dan BPKB kendaraan.

Sebab sangat mungkin yang melakukan pelanggaran adalah si A (pemilik kendaran sekarang), tetapi surat tilang akan dikirimkan ke alamat si B, karena STNK dan BPKB masih atas nama si B. Padahal yang melakukan pelanggaran rambu lalin adalah si A tersebut. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini