Menteri Arief Yahya saat membuka Rakornas Kemenpar di Nusa Dua |
NUSA DUA– Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menargetkan pada tahun 2018 ini lahir 100 destinasi digital di Tanah Air sebagai salah satu daya tarik dalam menjaring wisatawan mancanegara.
Pemerintah Daerah diharapkan memiliki komitmen untuk mengembangkan destinasi digital dan nomadic tourism dalam upaya merebut wisatawan mancanegara.
Arief Yahya mengatakan hal itu saat membuka sekaligus sebagai keynote speech pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Pariwisata (Kemenpar) I 2018, bertema “Digital Destination & Nomadic Tourism”, di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kamis (22/3) malam.
Arief menegaskan digital destination dan nomadic tourism sebagai strategi untuk merebut wisatawan mancanegara (wisman), dimana tahun ini mentargetkan 17 juta wisman dan akan meningkat menjadi 20 juta wisman pada 2019.
Destinasi digital adalah destinasi yang heboh di dunia maya, viral di media sosial, dan nge-hits di Instagram. Generasi milenial atau lebih populer Kids Zaman Now sering menyebut diferensiasi produk destinasi baru ini dengan istilah instagramable.
“Saya ingin tahun 2018 ini ada 100 Destinasi Digital di 34 provinsi di Tanah Air,” tegas Arief.
Digital destination menjadi tuntutan di era digital, dimana generasi milenial atau Kids Zaman Now adalah sebagai konsumen yang paling haus akan pengalaman (experience) dibanding generasi-generasi sebelumnya.
Hasil survei di seluruh dunia (Everbrite-Harris Poll, 2014) membuktikan bahwa milenial lebih memilih menghabiskan uang mereka untuk pengalaman (experience) ketimbang barang (material goods).
Untuk nomadic tourism pada Rakornas akan fokus membahas pada nomadic aksesibilitas dan nomadic amenitas berikut atraksinya yang dapat mendorong para pelaku industri pariwisata mau mengembangkan bisnis ini, terutama untuk amenitas dan aksesibilitasnya.
Kata Menpar, nomadic tourism sebagai solusi dalam mengatasi keterbatasan unsur 3 A (atraksi, amenitas, dan aksesibilitas) khususnya untuk sarana amenitas atau akomodasi yang sifatnya bisa dipindah-pindah dan bentuknya bermacam-macam glamp camp, home pod, dan caravan, sedangkan sebagai aksesibilitasnya adalah sea plane dengan mudah membawa wisatawan dari pulau ke pulau, di Indonesia jumlah pulau mencapai 17 ribu lebih.
“Nomadic tourism untuk sementara akan difokuskan pada 10 destinasi prioritas atau ‘Bali Baru’, dengan memanfaatkan 4 destinasi sebagai pilot project yakni; Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Borobudur,” sambungnya.
Nomadic Tourism, memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena treatmet-nya juga relatif mudah sehingga idealnya para pelaku industri pariwisata mau mengembangkan bisnis ini, terutama untuk aksesibilitas dan amenitasnya karena konsep ini cepat memberikan keuntungan komersial.
Di era zaman now jumlah backpacker di seluruh dunia mencapai 39,7 juta orang yang terbagi dalam 3 kelompok besar; Flashpacker atau digital nomad memiliki potensi sekitar 5 juta orang yang menetap sementara di suatu destinasi sembari bekerja.
Glampacker atau milenial nomad mencapai 27 juta orang dengan mengembara di berbagai destinasi dunia yang instagramable; dan Luxpacker atau Luxurious nomad sebanyak 7,7 juta orang lebih suka mengembara untuk melupakan hiruk-pikuk aktivitas dunia.
Sementara, Rakornas berlangsung selama dua hari (22-23/3), diharapkan dapat menghasilkan sejumlah keputusan strategis di antaranya komitmen Pemerintah Daerah dalam mengembangkan destinasi digital dengan target 100 pasar digital di 34 provinsi; dukungan regulasi terhadap pengembangan 10 nomadic tourism (glamp camp, home pod, dan caravan) serta dukungan regulasi aksesibilitas untuk sea plane.
Rakornas Kemenpar I 2018 diikuti 532 peserta terdiri atas pejabat di lingkungan Kemenpar, tim ViWI 2018, Bupati/Walikota, dinas pariwisata, asosiasi, co-branding, kementerian dan lembaga, serta GenPi dan Juragan Pasar. (rhm)