Tabanan– Di tengah hamparan sawah Jatiluwih yang telah mendunia dan diakui UNESCO, sebuah oase baru bersemi, siap memikat hati para pencinta alam dan budaya. Kamis (17/4/2025) menjadi hari bersejarah dengan diresmikannya Jatiluwih Eco Farm, sebuah destinasi wisata berbasis alam yang tak hanya menawarkan keindahan, namun juga sentuhan edukasi dan pemberdayaan masyarakat lokal di Jalan Batuluwih Kawan, kawasan Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan.
Lahir sebagai “adik” dari lanskap sawah ikonis Jatiluwih, Jatiluwih Eco Farm hadir dengan konsep yang lebih segar dan mendalam. Di sini, wisatawan tidak hanya disuguhi pemandangan hijau yang memanjakan mata, tetapi juga diajak untuk menyelami kehidupan pedesaan Bali yang otentik.
Aroma tanah basah, hijaunya padi yang terhampar luas, dan keramahan penduduk lokal menjadi daya tarik utama yang sulit ditolak.
Peresmian destinasi istimewa ini turut dihadiri oleh Kapolda Bali, Irjen. Pol. Daniel Adityajaya, S.H., S.IK., M.Si., yang kehadirannya menjadi simbol dukungan penuh dari pemerintah dan aparat keamanan terhadap pengembangan pariwisata yang berakar pada kearifan lokal Bali. Sederet pejabat daerah dan tokoh masyarakat setempat juga tampak antusias menyaksikan babak baru pariwisata Jatiluwih ini.
John K. Purna, Manajer Pengelola Desa Wisata Jatiluwih, dengan bangga memperkenalkan Jatiluwih Eco Farm sebagai wujud pemerataan manfaat ekonomi pariwisata bagi seluruh masyarakat.
“Semua kegiatan di sini melibatkan masyarakat lokal, mulai dari sajian kuliner, aktivitas wisata yang beragam, hingga hasil pertanian yang segar,” ungkapnya, menegaskan komitmen terhadap pemberdayaan komunitas.
Mengusung konsep wisata berbasis pertanian organik dan pengalaman langsung di alam terbuka, Jatiluwih Eco Farm mengajak wisatawan untuk merasakan denyut nadi kehidupan desa.
Bayangkan diri Anda membajak sawah dengan kerbau, menanam bibit padi di lumpur yang lembut, merasakan kesegaran air sungai saat mandi lumpur, atau menikmati ketenangan sambil memancing di tengah hijaunya alam.
Tak hanya itu, wisatawan juga dapat mengikuti kelas yoga yang menenangkan jiwa, hingga belajar membuat kopi Bali yang harum, canang sari yang penuh makna, dan minyak kelapa tradisional yang berkhasiat.
Lebih dari sekadar wisata harian, Jatiluwih Eco Farm juga membuka pintunya hingga malam hari, membidik pasar wisatawan mancanegara, terutama dari Eropa, yang mendambakan pengalaman alam dan budaya yang lebih mendalam dan personal.
Sebagai wujud nyata tanggung jawab sosial, John Purna mengungkapkan bahwa 10 persen dari seluruh pendapatan Jatiluwih Eco Farm akan disisihkan untuk kesejahteraan masyarakat dan Desa Adat Jatiluwih. Langkah ini semakin memperkuat citra Jatiluwih sebagai destinasi wisata yang tidak hanya indah, tetapi juga peduli terhadap keberlanjutan dan kesejahteraan komunitasnya.
Sebuah kejutan istimewa juga dihadirkan untuk meningkatkan aksesibilitas bagi wisatawan VIP, yaitu pembangunan helipad di area Jatiluwih Eco Farm.
Fasilitas ini menjadi simbol kemajuan dan kesiapan Jatiluwih untuk menyambut wisatawan berkelas dunia, tanpa mengorbankan keaslian dan kearifan lokal yang menjadi daya tarik utamanya.
Desa Jatiluwih sendiri telah lama dikenal sebagai permata Bali dengan sistem irigasi subak yang unik dan telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO sejak tahun 2012. Bahkan, pada tahun 2024, desa ini kembali mengukir prestasi gemilang dengan meraih gelar Best Tourism Village dari Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), sebuah pengakuan atas harmoni yang terjaga antara tradisi, alam, dan keberlanjutan.
Dengan perpaduan yang apik antara keindahan alam yang memukau, pengalaman edukasi pertanian yang berkesan, kearifan lokal yang terjaga, dan fasilitas modern seperti helipad, Jatiluwih Eco Farm diharapkan akan menjadi magnet baru bagi wisatawan domestik dan mancanegara.
Kehadirannya bukan hanya memperkaya khazanah pariwisata Bali, tetapi juga semakin mengukuhkan posisi Jatiluwih sebagai ikon pariwisata berkelanjutan yang menginspirasi dunia. ***