Jean Couteau Harapkan Bali Megarupa III Refleksikan Situasi Kekinian Dunia Seni Rupa

24 Oktober 2021, 23:00 WIB

AVvXsEikQUJKgAQPDJxWMocrnabvlzq5z5 pq kstGmYdzq4WWyVeSnSW6 y6jYfDCBIT8ZK
Pameran Bali Megarupa III/2021 yang akan berlangsung hingga 6
November 2021 menampilkan karya-karya seni rupa pilihan dari 107
seniman./Dok. Bali Megarupa

Denpasar – Kurator seni Jean Couteau berharap Bali Megarupa yang dihadirkan setiap tahun
mampu menawarkan refleksi situasi kekinian dunia seni rupa Bali secara
makro berikut segala kontradiksi yang menyertainya.

Pameran Bali Megarupa III/2021 yang akan berlangsung hingga 6 November 2021 menampilkan karya-karya seni rupa pilihan dari 107 seniman.

Pameran ini merupakan bagian dari Festival Seni Bali Jani yang diresmikan Gubernur Bali Wayan Koster pada Sabtu, 23 Oktober 2021 malam di Taman Budaya Bali, Denpasar.

Empat lokasi menjadi tempat gelaran Bali Megarupa III yakni Gedung Kriya Taman Budaya (Art Center) Denpasar dan tiga tempat di Ubud yakni Museum Puri Lukisan, Museum Seni Neka, serta Museum ARMA.

Jean Couteau berharap Bali Megarupa yang dihadirkan setiap tahun
mampu menawarkan refleksi situasi kekinian dunia seni rupa Bali secara
makro berikut segala kontradiksi yang menyertainya. 

“Pameran
ini bukan saja mencerminkan dinamika perubahan yang telah dan tengah
terjadi, melainkan juga bagaimana menyikapi tantangan secara kreatif
seturut proses transformasi yang terjadi,” tutur budayawan asal Prancis
itu. 

Evolusi yang terjadi pada dunia seni rupa Bali bertaut erat dengan perubahan atau evolusi mentalitas masyarakat. 

Jean
mengatakan hal menarik yang patut disimak bahwa rujukan pada semesta
sebagaimana dilakukan seniman-seniman di atas tidak secara langsung
mengacu pada perangkat simbolis Bali. 

Para seniman
memperluas jangkauan pesannya pada peminat yang tak ada kaitan dengan
budaya Bali, tapi yang juga tertegun di hadapan kemahaagungan semesta. 

“Kehadiran Bali pada umumnya lebih tersirat daripada tersurat. Tidak
menjadi topik, tetapi penggiring pesan,” tuturnya. 

Pendeknya,
lajut Jean, dari karya-karya di atas terlihat bahwa seniman Bali dan
seniman yang tinggal di Bali semakin sadar tentang tantangan yang mereka
hadapi. 

Jean mengatakan para perupa entah, tengah
berbicara tentang diri dan kosmos; tentang kesadaran dan kompleksitas
diri; atau kontradiksi sosial —akan tetapi pada galibnya mereka sudah
semakin siap menjadi pelaku budaya baru yang menanti respons kreatif
mereka yang otentik.

Kurator pameran Anak Agung Gde Rai, dan Wayan Kun Adnyana sepakat mengatakan  Bali Megarupa menjanjikan hadirnya perupa gemilang lintas generasi yang datang dari kesadaran studi kreatif, ketekunan riset pribadi, dan konsistensi kolaborasi. 

Hal penting yang dapat dicatat masa pandemi justru mengobarkan daya kreatif secara reflektif. Pendewasaan diri mengiringi proses cipta; ulang-alik mulat sarira kehendak terbebas Covid-19 dan daya hidup cipta seni. 

“Situasi pandemi merupakan ruang keserbamungkinan dalam ketidakpastian dari tema yang diusung Wana Cita Karang Awak,” kata Wayan Kun Adnayana dalam keterangannya.

Kata Kun Adnyana segala eksplorasi, eksperimentasi, dan jelajah tematik menuntut disiplin studi kreatif berbasis riset. Sensitivitas organis tidak serta merta memuarakan keserbamungkinan kualitas capaian. 

Sesungguhnya sensitivitas merupakan titik mula, selebihnya membutuhkan studi yang sungguh berbasis nalar cipta, seturut kesadaran mematangkan pengetahuan dan sikap kritis pada Aku Diri, berikut kerendahan hati untuk mendalami literasi. 

Bali Megarupa kali ini mewadahi kemungkinan penciptaan karya visual melalui tema “Wana Cita Karang Awak”, selaras pemaknaan tema festival seni modern dan kontemporer ini, “Jenggala Sutra: Susastra Wana Kerthi, Semesta Kreativitas Terkini: Harmoni Diri dan Bumi dalam Keluasan Penciptaan Baru.”  

Guna mewadahi pencapaian karya seni rupa Bali mutakhir: lukisan, patung, fotografi, kriya, dan instalasi, kurator dan panitia melakukan dua skema kurasi, yakni undangan terpilih dan undangan terbuka. 

Kedua skema dimaksud mengedepankan penjelasan menyeluruh; gaya yang mempribadi, keselarasan tema, keunikan stilistik, kebaruan estetik, kebertumbuhan proses kreatif personal, sekaligus kemungkinan dan ketidakterdugaan kreativitas-inovasi kini. 

Menilik kekaryaan 107 perupa, setidaknya dapat dibingkai dalam empat kecenderungan kekinian yang bertaut dengan konteks tema yakni Keserbamungkinan Akar Kultur; Ketidakpastian Basis Inovasi; Ketidakpastian Basis Eksperimentasi; Keserbamungkinan Citra dan Wahana, yang masing-masing tergambar dari karya yang dipamerkan di empat lokasi.

Kepala Dinas Kebudayaan Bali I Gede Arya Sugiartha menjelaskan Festival Seni Bali Jani yang digelar sejak 2019 menyajikan menyajikan seni modern dan kontemporer. 

Sedangkan Pesta Kesenian Bali sebagai ajang penggalian, pelestarian, dan pengembangan nilai-nilai seni tradisi Bali.

Pameran Bali Megarupa yang menjadi bagian dari Festival Seni Bali Jani menghadirkan kreativitas seni inovatif, modern, dan kontemporer, diharapkan dapat meningkatkan kegairahan generasi penerus dalam berkesenian.

“Serta mendorong proses elaborasi dan eksplorasi terkait estetik, stilistik, teknik artistik dan tematik.” tuturnya.(*/rhm)

Artikel Lainnya

Terkini