Probolinggo– Malam itu, Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton dipenuhi getaran spiritual. Sekitar 200 pengurus dan Wali Asuh berkumpul dalam gelaran “Ngaji Karya Muassis”, sebuah acara yang tidak hanya mengkaji, tetapi juga menghidupkan kembali nyala spiritualitas agung KH. Zaini Mun’im melalui karya-karya qasidahmnya yang penuh makna.
Di bawah bimbingan KH. Moh. Zuhri Zaini, sorotan jatuh pada salah satu qasidah legendaris: “Tawassul”. Sebuah bait demi bait yang menggema, mengungkap permohonan tulus KH. Zaini Mun’im kepada Allah agar dilindungi dari kaum mu’tadin – mereka yang memusuhi, menzalimi, dan merampas hak-hak orang lain.
Qasidah ini, lebih dari sekadar untaian kata, adalah cerminan dari kerendahan hati yang mendalam dan semangat spiritual yang tak tergoyahkan dalam bertawassul.

KH. Zuhri Zaini dengan lugas menjelaskan bahwa tawassul bukanlah praktik pengkultusan perantara. Sebaliknya, ia adalah sebuah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui para kekasih-Nya: para nabi, sahabat, dan orang-orang saleh.
Ini adalah wujud kesadaran mendalam akan keterbatasan diri manusia di hadapan keagungan Allah, Sang Maha Kuasa, yang menjadi satu-satunya tujuan doa.
Lebih lanjut, KH. Zuhri juga menegaskan pesan penting dari KH. Zaini: keistiqamahan dalam amal perbuatan adalah tanda kewalian sejati. Bukan karamah atau keajaiban yang menjadi tolok ukur, melainkan keteguhan hati dalam menjalankan ketaatan.
Sebuah pesan yang selaras dengan firman Allah: “Alaa inna auliyaa Allahi laa khaufun ‘alaihim walaa hum yahzanuun” – sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Tak hanya sebagai penggubah qasidah yang menggugah jiwa, KH. Zaini Mun’im juga dikenal karena menadhomkan beberapa kitab penting seperti Safinatun Najah dan Ghayatul Ushul. Sebuah upaya brilian untuk memudahkan para santri dalam memahami ilmu agama melalui kekuatan syair.
Warisan keilmuan dan keteladanan beliau, kini, terus dirawat dan diwariskan dengan penuh kehormatan melalui kegiatan spiritual semacam ini.
KH. Zuhri Zaini berharap, kegiatan ngaji karya ini tak hanya menjadi momen pengkajian, namun juga sarana ampuh untuk memperkuat spiritualitas, menumbuhkan keikhlasan, dan menyalakan kembali semangat perjuangan di hati seluruh pengurus, wali asuh, dan civitas Pondok Pesantren Nurul Jadid. ***