Kabarnusa.com – Sudah menjadi tradisi bagi anak-anak bahkan orang dewasa di Bali, dua minggu menjelang Nyepi bermain meriam-meriaman.
Mereka terutama anak-anak berlomba-lomba dan saling balas untuk menunjukan meriam miliknya bersuara keras dan menggelegar.
Jika beberapa tahun lalu, anak-anak di Bali termasuk di Kabupaten Jembrana, menjadikan bambu sebagai bahan meriam dan mengunakan karbit sebagai bahan ledaknya, kini yang digunakan justru kaleng minuman bekas yang dirangkai memanjang.
“Dulu memang pakai bambu tapi sekarang menggunakan kaleng minuman bekas. Yang menggunakan kaleng jauh lebih bagus dan praktis karena bisa dibawa kemana-mana,” ujar Dewa Gede Puspita Adi (36), pengerajin meriam maninan dari kaleng minuman bekas, saat ditemui Kamis (12/3/2015) di rumahnya, Banjar Pasar, Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.
Meriam mainan dengan kaleng minuman bekas yang dirangkai memanjang ini, menggunakan sepritus atau metanol sebagai bahan peledaknya. Hanya seja, bunyi ledakannya tidak sekeras mengunakan bambu.
“Tapi yang menggunakan kaleng lebih praktis bisa dibawa kemana-mana. Juga lebih aman digunakan karena tidak bisa pecah. Kalau menggunakan bambu kebanyakan pecah,” imbuhnya.
Menurutnya, menjelang Nyepi, anak-anak banyak yang memesan meriam mainan tersebut. Bahkan dia mengaku kewalahan melayani pesanan.
Harganyapun menurut Puspita Adi berpariasi, berkisar Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per biji, tergantung panjang meriam dan bunyinya.
“Tapi kalau pemesannya langsung membawa kaleng-kaleng minuman bekas sendiri, harganya lebih murah. Paling mahal Rp 10.000 ribu per bijinya,” tuturnya.
Cara membuatnya, juga tidak terlalu sulit dan tidak memerlukan keahlian khusus. Modalnya hanya kesabaran karena anak-anak yang memesan selalu ingin cepat-cepat.
Namun dia mengakui meriam maninan ini sangat mengganggu kenyamanan warga. Apalagi yang memainkannya anak-anak karena anak-anak tidak mengenal waktu. Bisa pagi, siang, sore maupun malam saat warga istirahat tidur.(dar)