Ilustrasi/net |
Jakarta – PT. Conch South Kalimantan Cement (CONCH) dijatuhi denda Rp
22 Miliar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena terbukti
melanggar Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam penjualan semen
jenis Portland Composite Cement (PCC) di wilayah Kalimantan Selatan.
Majelis Komisi KPPU memutuskan PT. Conch South Kalimantan Cement (CONCH)
selaku Terlapor dalam Perkara No. 03/KPPU-L/2020 terbukti melanggar Pasal 20
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Adapun bunyi Pasal 20 UU No. 5/1999: “Pelaku usaha dilarang melakukan
pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan
harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan
usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”
Putusan dibacakan dalam sidang untuk Perkara 03/KPPU-L/2020 dipimpin terdiri
Ketua Majelis Komisi Ukay Karyadi dan Kodrat Wibowo, dan Harry Agustanto,
masing-masing sebagai Anggota Majelis Komisi.
Sidang berjalan secara daring Sabtu (15/1/2021). Atas pelanggaran tersebut
CONCH dijatuhkan denda sejumlah Rp 22.352.000.000 (dua puluh dua miliar tiga
ratus lima puluh dua juta rupiah).
Kasusnya berawal, laporan publik tersebut mengangkat dugaan pelanggaran Pasal
20 UU No. 5/1999, khususnya terkait upaya jual rugi dan/atau penetapan harga
yang sangat rendah oleh PT Conch South Kalimantan Cement dalam penjualan semen
PCC di Kalimantan Selatan.
Berdasarkan proses persidangan yang mulai digelar pada 23 Juni 2020 tersebut
dan alat bukti yang diperoleh, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa CONCH telah
melakukan jual rugi pada tahun 2015, serta menetapkan harga yang sangat rendah
pada tahun 2015 – 2019.
Tindakan jual rugi tersebut disimpulkan melalui bukti yang menunjukkan harga
jual rata-rata yang lebih rendah dibandingkan harga pokok penjualan untuk
penjualan semen jenis PCC di wilayah Kalimantan Selatan.
Hal tersebut turut diperkuat oleh laporan Keuangan di tahun 2015, dimana CONCH
mengalami kerugian sebagai akibat dari perilaku tersebut.
Sementara penetapan harga yang sangat rendah disimpulkan melalui alat bukti
yang menunjukkan harga jual rata-rata CONCH lebih rendah dibandingkan dengan
pelaku usaha pesaingnya untuk penjualan semen jenis PCC di wilayah Kalimantan
Selatan.
“Majelis Komisi juga menemukan bahwa CONCH secara kepemilikan dikendalikan
Anhui Conch Cement Company Limited selaku induk utama perusahaan multinasional
yang memiliki kemampuan finansial yang kuat dan berpeluang besar untuk
menguasai industri semen secara global,” tutur Ukay dalam putusannya.
Dengan dukungan tersebut, CONCH memiliki kemampuan dan kekuatan modal
finansial untuk menjalankan strategi bisnis dari proses produksi hingga
pemasaran, termasuk strategi penetapan harga agar lebih murah dibandingkan
harga pasar dan/atau harga pelaku usaha pesaingnya.
Penerapan berbagai strategi harga tersebut di atas, berdampak pada peningkatan
pangsa pasar CONCH secara signifikan dan keluarnya 5 (lima) pelaku usaha
pesaing dari pasar penjualan semen jenis PCC di wilayah Kalimantan Selatan
pada tahun 2015 – 2019.
“Hal ini mengakibatkan pasar semen tersebut semakin terkonsentrasi dan
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat,:” tegas Ukay.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan
hukuman berupa denda administratif kepada CONCH sejumlah Rp 22.352.000.000
(dua puluh dua miliar tiga ratus lima puluh dua juta rupiah).
Denda dijatuhkan aatas pelanggaran Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran
di bidang persaingan usaha.
Pembayaran tersebut dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) serta melaporkan dan
menyerahkan salinan bukti pembayaran denda ke KPPU. (rhm)