Lebih dari tiga tahun berlalu, sejak kasus Covid 19 pertama kali muncul di Indonesia yaitu pada tanggal 2 Maret 2020 saat Presiden Joko Widodo mengumumkan dua pasien Covid 19, yang menimpa warga Depok Jawa Barat. Pemerintah mengkonfirmasikan kasus 1 dan 2 menimpa seorang ibu (64) dan putrinya (31) , keduanya terinfeksi Covid 19 dari warga negara Jepang yang sempat datang ke Indonesia pada bulan Februari 2020.
Kini, pandemi COVID-19 belum juga dinyatakan berakhir. Akan tetapi pemerintah merasa optimis bahwa pandemi COVID-19 di Indonesia akan berakhir pada akhir tahun 2023 dengan merujuk pada data konfirmasi kasus positif covid 19 yang terus menunjukkan grafik penurunan. Kita tentunya patut bersyukur, karena sudah lebih dari tiga tahun kita bersama-sama berjuang, bahu membahu, saling support satu sama lain dalam menghadapi kandisi yang sangat sulit saat itu.
Merebaknya kasus covid 19 di berbagai wilayah di Indonesia, memaksa pemerintah mengambil kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM) yang dimulai sejak awal tahun 2021 tepatnya tanggal 11 – 25 Januari 2021, yang sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berlaku di sejumlah wilayah di Indonesia.
PPKM berlaku di beberapa wilayah yakni di Pulau Jawa dan Bali sebagai titik penyebaran infeksi Covid-19. PPKM pada tanggal 11 samapi 25 Januari 2021 tersebut diberlakukan di tujuh provinsi di Jawa dan Bali, yakni Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali Pemerintah memperpanjang PPKM melalui Instruksi Mendagri Nomor 2 Tahun 2021.
PPKM jilid kedua ini dilaksanakan pada tanggal 26 Januari sampai 8 Februari 2021. Pada tahap kedua ini, pemerintah mengubah jam operasional pusat perbelanjaan/mall hanya sampai pukul 20.00 WIB. Sementara itu, berdasarkan hasil pemantauan terhadap 73 kabupaten/kota yang telah menerapkan PPKM, sebanyak 29 kabupaten/kota masih berada di zona merah (risiko tinggi), 41 kabupaten/kota berada di zona orange (risiko sedang), dan 3 kabupaten/kota sisanya berada di zona kuning (risiko rendah).
Setelah melaksanakan PPKM selama dua jilid dan hasilnya tidak efektif, pemerintah mengubah PPKM menjadi PPKM berbasis mikro sejak tanggal 9 sampai 22 Februari 2021. Sama seperti PPKM sebelumnya, PPKM mikro diberlakukan di sejumlah wilayah di tujuh provinsi di Indonesia.
Berbeda dengan PPKM sebelumnya, PPKM mikro terdapat pengaturan tentang pembentukan posko penanganan Covid-19 di tingkat desa dan kelurahan, kemudian jam operasional pusat perbelanjaan/mall diatur justru dengan lebih longgar yaitu sampai dengan pukul 21.00 WIB, serta pembatasan perkantoran yang lebih longgar yaitu 50% kerja dari kantor dan 50% kerja dari rumah.
Selanjutnya, PPKM Darurat diberlakukan pada tanggal 3 sampai 25 Juli 2021, dengan menargetkan penurunan penambahan kasus konfirmasi harian hingga di bawah 10 ribu kasus per hari. Program ini diberlakukan pada 136 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan membedakan tingkat penanganan berdasarkan nilai asesmen melalui penggunaan pendekatan antara indikator tingkat penularan dan kapasitas respons, termasuk tingkat ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.
Pada tanggal 21 Juli 2021, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengumumkan istilah baru mengenai mekanisme PPKM dengan skala mulai dari tingkat pertama sampai tingkat keempat. Pemerintah dapat menetapkan suatu wilayah dan memberlakukan PPKM berdasarkan laju penularan serta jumlah kasus aktif Covid-19 di suatu wilayah dengan menghitung semua kasus per 100.000 penduduk per minggu.
Pada tanggal 30 Desember 2022 Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan pencabutan atas PPKM, akan tetapi status pandemi di Indonesia tidak dicabut. Hal ini disebabkan karena status COVID-19 masih dinyatakan Pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia dengan melihat situasi global saat ini.
Sementara PPKM hanya menggambarkan kondisi dan situasi pandemi di Indonesia. Kebijakan ini
diambil setelah melalui proses pengkajian yang cukup panjang dan mendalam serta pertimbangan dari para ahli serta survei yang dilakukan di Indonesia. Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan, PPKM bisa saja diterapkan kembali jika terjadi lonjakan kasus COVID-19 secara signifikan
Pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), diikuti dengan upaya pemerintah mendiskusikan pendeklarasian pandemi ke endemi bersama sejumlah pihak dan sejauh ini pemerintah telah melakukan konsultasi dengan negara- negara lain, seperti Jepang dan Amerika Serikat, mengenai status endemi. Namun hingga saat ini, WHO belum juga memberikan kepastian kapan pandemi ini akan
dinyatakan benar-benar berakhir.
Beberapa ahli kesehatan dan ilmuwan memprediksi bahwa virus ini dapat menjadi endemik, yang artinya bahwa virus tetap ada dalam populasi manusia, tapi tingkat infeksinya tidak setinggi pada awal pandemi. Oleh karena itu yang harus kita lakukan adalah beradaptasi dengan situasi tersebut.
Seperti yang kita ketahui bahwa pandemi membawa dampak yang luar biasa bagi semua sektor kehidupan kita, baik sektor social, budaya, pendidikan, pariwisata, ekonomi dan lain-lain. Pada sektor social, salah satunya kita harus rela melakukan social distancing demi menjaga agar kita tidak tertular virus covid 19 dari orang lain, kita juga harus membatasi aktifitas kita akibat dari kebijakan PPKM yang diterapkan oleh pemerintah.
Sementara, dari aspek budaya, budaya kurang dapat berkembang akibat adanya social distancing dan kebijakan PPKM yang diterapkan oleh pemerintah tersebut. Sektor pendidikan menjadi sektor yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, karena adanya pergeseran system pembelajaran dari luring menjadi daring, dari pembelajaran tatap muka menjadi dunia maya.
Sektor pariwisata juga demikian, pariwisata menjadi sepi karena adanya PPKM, di mana masyarakat dibatasi kegiatannya. Pelaku pariwisata bahkan banyak yang gulung tikar akibat dari situasi yang tidak menentu tersebut. Sektor ekonomi menjadi sektor yang sangat penting untuk diulas, karena sektor ekonom merupakan roh dari kehidupan manusia. Ekonomi menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari sektor ekonomi.
Pembatasan aktivitas masyarakat akibat adanya pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak yang begitu dahsyat pada sector ekonomi baik secara nasional maupun secara global. Perekonomian semakin mengalami penurunan.
Menurut data Badan Pusat Statistisk (BPS), pada tahun 2020 Indonesia mengalami kontraksi ekonom sebesar minus 2,07% dibandingkan tahun 2019. Begitu pula para pelaku usaha atau sektor produsen juga terkena dampaknya baik formal maupun informal seperti:perusahan-perusahaan skala besar, pengusaha mall, UMKM, pedagang kaki lima, dan usaha usaha lainnya. Di samping penjualannya yang mengalami penurunan, pendapatannya otomatis lesu, omset kian merosot, harga melambung tinggi,serta banyak produk yang diinginkan pelanggan tidak tersedia.
Penyebaran virus Covid 19 yang sangat masif pada kurun waktu tahun 2020-2021 menyebabkan pemerintah negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik melakukan kebijakan isolasi wilayah dan pembatasan kegiatan masyarakat secara besar-besaran yang membawa konsekuensi bahwa aktivitas perekonomian dan sosial masyarakat menjadi sangat terganggu yang pada akhirnya berdampak pada terganggunya perekonomian secara keseluruhan termasuk gangguan di pasar tenaga kerja dan penurunan tingkat pendapatan pekerja di seluruh wilayah.
Pun demikian, pembatasan kegiatan social tersebut juga menyebabkan berbagai perusahaan mengalami kebangkrutan dan terpaksa harus melakukan penutupan kegiatan usaha yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara masal.
Saat ini, setelah 3 tahun pandemi, kondisi ekonomi secara berangsur-angsur mulai membaik. Diperlukan kerja keras agar perekonomian di Indonesia segera pulih dan bahkan dapat meningkat dari sebelumnya .
Menghadapi situasi yang demikian, pelaku usaha harus jeli melakukan terobosan- terobosan atau strategi-strategi tertentu agar usahanya dapat tetap bertahan dan dapat berkembang sesuai harapan.
Bagaimana para pelaku usaha dapat menjalankan usahanya dengan modal yang minimal tetapi dengan keuntungan yang maksimal. Sistem Just in Time dapat menjadi sebuah rujukan untuk masalah tersebut.
Menurut Hansen & Mowen (2001:591), Just In Time (JIT) adalah suatu pendekatan manufaktur bahwa kegiatan produksi beserta seluruh sistem dilakukan dengan adanya permintaan, dan bukan dengan cara mendorong seluruh sistem dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi munculnya permintaan.
Sedangkan Just In Time Production merupakan sistem produksi yang prinsipnya hanya memproduksi barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
Secara umum, pengertian Just in Time ( JIT )adalah suatu sistem produksi yang tepat waktu (intime). Just in Time merupakan salah satu sisi dari Hause of Lean Production. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, sistem produksi Just InTime digunakan perusahaan agar menghasilkan efisiensi yang lebih maksimal.
Jadi, dengan istilah lain, pengertian Just in Time adalah suatu perusahaan atau bisnis baru akan memproduksi barang/ jasa ketika ada order dari pelanggan. Jika tidak ada order, maka perusahaan tidak akan memproduksi atau membuat produknya. Just in Time menjadi sebuah strategi untuk menyesuaikan antara permintaan dengan persediaan perusahaan sehingga produksi tidak berlebihan (overproduction). Just in Time adalah strategi untuk memproduksi barang yang tepat pada waktu yang tepat serta dalam jumlah yang tepat.
Sistem JIT dapat membantu meningkatkan efisiensi dan mengurangi pemborosan dengan memproduksi barang hanya sesuai kebutuhan dalam proses produksi. Pendekatan ini dirancang untuk meminimalkan inventaris dan merampingkan proses produksi, sehingga dapat menghemat biaya produksi yang signifikan. Menurut Hansen dan Mowen (2001), Just In Time memiliki tujuan strategis, yaitu untuk meningkatkan keuntungan dan untuk memperbaiki daya saing perusahaan.
Tujuan ini dapat dicapai dengan mengontrol biaya (yang memungkinkan persaingan harga yang lebih baik dan peningkatan keuntungan), memperbaiki kinerja pengiriman, dan meningkatkan kualitas Salah satu prinsip utama dari Just in Time adalah konsep produksi “pull” (pull production) yaitu system produksi yang didasarkan atas permintaan pelanggan actual, dan bukan berdasarkan perkiraan atau prediksi. Hal ini memungkinkan produsen merespon dengan cepat apabila ada perubahan permintaan, mengurangi resik kelebihan produksi dan biaya terkait penyimpanan.
Sistem produksi JIT mengikuti beberapa aturan sederhana, yaitu jangan menghasilkan sesuatu kecuali pelanggan telah memesannya, meningkatkan permintaan agar pekerjaan dapat berjalan lancar di seluruh pabrik, menghubungkan semua proses dengan permintaan pelanggan melalui alat visual sederhana (disebut Kanban) serta memaksimalkan fleksibilitas orang atau mesin. Just in Time dapat diimplementasikan pada perusahaan -perusahaan, terlebih saat ini, di mana perekonomian sedang tumbuh setelah mengalami guncangan akibat pandemic covid 19.
Guncangan ekonomi yang begitu dahsyat tersebut memaksa pelaku usaha untuk melakukan upaya-upaya strategis agar mereka (produsen) dapat terus bertahan, tumbuh dan berkembang dengan cara meningkatkan efisiensi dan efektifitas produksinya. Just in time atau tepat pada waktunya adalah cara kelola tepat waktu pada persediaan dan juga produksi. Dengan just in time, persediaan yang digunakan akan tepat tiba saat dibutuhkan. Ini memberikan manfaat pada jumlah persediaan yang kecil dan juga penggunaan gudang yang kecil.
Selain itu, persediaan yang digunakan juga akan selalu baru sehingga kualitas produksi akan meningkat. Selain persediaan yang selalu baru,juga mengurangi jumlah persediaan barang yang terbuang. Persediaan yang disimpan terlalu lama tentunya membuat barang akan rusak, sehingga tidak dapat digunakan. Dampak yang dapat dirasakan ketika menggunakan strategi sistem pengendalian persediaan dengan just in time dimasa pasca pandemi Covid-19 ini adalah pengurangan biaya, peningkatan efisien dan laba.
Pengurangan biaya terjadi karena besar persediaan berkurang, sehingga biaya untuk menyimpannya akan berkurang, percepatan perputaran persediaan dan percepatan perputaran kas.
Penulis: Ninik Wahyuningsih, Analis Teknologi Pembelajaran, Balai Tekkomdik Dinas Dikpora DIY, Mahasiswa Magister Managemen UPN Veteran Yogyakarta
Editor : Rohmat
Foto Ilustrasi : BakedThailand.com