Yogyakarta– Sidang perdana kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang menyeret mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo (SP), menyisakan pertanyaan besar di benak publik.
Meski dakwaan telah dibacakan pada Kamis (18/12), perhatian justru tertuju pada sosok RA, putra terdakwa sekaligus anggota DPRD Sleman periode 2019-2024, yang perannya disebut-sebut setara dalam pusaran kasus ini namun belum tersentuh status terdakwa.
Menanggapi sorotan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman, Bambang Yunianto, menyatakan pihaknya saat ini masih menunggu proses hukum berjalan dan belum bisa membeberkan status hukum pihak lain secara gamblang.
Ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Jumat (19/12), Bambang menegaskan, perkara ini masih dalam tahap awal. Fokus saat ini adalah mengikuti alur persidangan pasca-pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Untuk pertanyaan (terkait status RA) saat ini belum bisa dijawab secara gamblang dulu. Nanti ditunggu, pasti kita mengambil langkah-langkah,” ujar Bambang secara diplomatis.
Meskipun dalam dakwaan disematkan Pasal 55 KUHP (yang mengindikasikan adanya penyertaan atau peran bersama-sama), Kejari Sleman mengaku masih berhati-hati dalam menetapkan tersangka baru.
“Prinsipnya kita sudah melakukan penyidikan, tetapi kita belum menetapkan siapa-siapa saja (tersangka tambahan). Kami akan segera memproses sesuai ketentuan yang ada,” tambahnya.
Bambang menepis kabar adanya intervensi dari pihak luar yang membuat penanganan kasus ini terkesan lamban terhadap tokoh-tokoh tertentu.
Ia berkilah lamanya proses ini semata-mata karena prinsip kehati-hatian.
Tanpa Target Waktu: Kejari tidak menetapkan tenggat khusus, namun berjanji akan objektif jika ditemukan fakta baru.
Status RA: Hingga saat ini, Raudi Akmal baru dipanggil satu kali sebagai saksi.
Transparansi: Pihak Kejari berjanji akan melakukan rilis resmi jika penyidik memutuskan adanya pemanggilan lanjutan atau perubahan status hukum bagi RA.
Selain soal RA, publik juga mempertanyakan hilangnya nama Harda dari berkas dakwaan.
Menanggapi hal ini, Bambang menegaskan bahwa JPU bekerja berdasarkan alat bukti konkret, bukan asumsi.
“Kami tidak berandai-andai. Itulah fakta yang kita peroleh dalam penyidikan. Kalau fakta itu ada, siapapun pasti kita sampaikan. Tapi kalau tidak ada perbuatannya, ya kami harus objektif,” tegasnya.
Terkait bantahan tim kuasa hukum Sri Purnomo yang mengeklaim kliennya tidak memperkaya diri karena dana telah dimanfaatkan, Bambang meminta publik untuk bersabar hingga masuk ke tahap pembuktian.
“Nanti dibuktikan saja di materi persidangan. Masih ada eksepsi dan putusan sela. Di sanalah fakta-fakta akan diuji secara terang benderang,” pungkasnya.
Kasus korupsi dana hibah pariwisata ini menjadi ujian berat bagi komitmen pemberantasan korupsi di Sleman. Publik kini menanti, apakah “langkah-langkah” yang dijanjikan Kejari akan menyeret aktor-aktor intelektual lainnya, atau berhenti pada terdakwa yang ada saat ini.***

