Yogyakarta – Kasus keracunan makanan yang bersumber dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menjadi sorotan serius setelah jumlah korbannya mencapai ribuan anak.
Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, hingga 12 Oktober 2025, lebih dari 11.566 siswa mengalami keracunan, termasuk 426 siswa di SMAN 1 Yogyakarta pada Kamis (16/10) lalu.
Menanggapi lonjakan kasus ini, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Prof. Dr. Drs. Dafri, M.A., mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi dan menghentikan sementara program MBG.
Dafri menilai keracunan massal ini mengindikasikan adanya kegagalan teknis dalam pelaksanaan program, meskipun ide dasarnya sejalan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pemenuhan nutrisi anak.
“MBG sebenarnya sesuai dengan prinsip HAM, namun persoalan terjadi karena kelemahan tata kelola dan kesiapan pelaksanaan di lapangan,” ujarnya, Kamis (23/10/2025).
Menurut Dafri, kebijakan strategis seperti MBG seharusnya dibangun atas dasar kajian matang, melibatkan aspek kesehatan, budaya, dan distribusi sosial, serta tidak boleh diambil secara terburu-buru.
Selain itu, ia menyoroti perlunya penerapan keadilan substansial, bukan hanya prosedural, dengan memprioritaskan anak-anak yang benar-benar kekurangan gizi.
Dafri juga meragukan kecukupan anggaran per porsi yang dialokasikan, yang dapat berdampak pada kualitas makanan yang disajikan.
Mengingat risiko dampak fisik dan psikologis pada ribuan korban, Dafri menegaskan bahwa penghentian sementara adalah langkah rasional.
Dia menilai penghentian sementara program ini bisa menjadi langkah rasional agar prosedur penyediaan makanan, standar bahan pangan, dan mekanisme pengawasan mutu di lapangan dapat diperbaiki.
“Dua atau tiga korban saja sudah harus menjadi peringatan serius, apalagi saat ini jumlahnya ribuan. Ini menyangkut nyawa manusia,” pungkasnya. ***