Kecewa Manajemen, Ratusan Pemilik Toko di GWK Melawan

8 Juni 2015, 21:32 WIB
Ketua Perkumpulan Pemilik Toko Plaza Amata Hendra Dinata mengungkapkan,
sejak PT ASR Tbk masuk kawasan obyek wisata GWK beberapa tahun ini,
pemilik toko terganggu karena dilarang menggunakan akses fasilitas
sosial di kawasan.

Kabarnusa.com – Ratusan pemilik toko Plaza Amata di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) Ungasan, Jimbaran, Bali melakukan perlawanan atas sikap manajemen baru di bawah bendera PT Alam Sutera Reality (ASR) milik taipan The Nin King.

Meeka melakukan perlawanan atas kebijakan manajemen yang merugikan sekira 200 pemilik toko. Untuk itu, mereka bersiap menyampaikan permasalahannya ke sejumlah pejabat tinggi pusat maupun daerah.

Rencananya, para pemilik toko Plaza Amata mengadukan nasibnya ke Presiden, DPR RI dan DPD RI, Mendagri, Menteri Pariwisata, Komnas HAM, DPRD Bali, Gubernur Bali, DPRD Badung, Bupati Badung dan PHDI Bali, serta instansi lainnya.

Intinya, agar pemerintah, atau lembaga negara lainnnya turun tangan menyelesaikan masalah akibat kesewenang-wenangan investor baru itu.

Ketua Perkumpulan Pemilik Toko Plaza Amata Hendra Dinata mengungkapkan, sejak PT ASR Tbk masuk kawasan obyek wisata GWK beberapa tahun ini, pemilik toko terganggu karena dilarang menggunakan akses fasilitas sosial di kawasan tersebut.

Mereka membeli toko pada tahun 2000-an dan bisa mengakses tanpa hambatan. Hanya saja belakangan merasa dirugikan manajemen GWK dibawah PT ASR Tbk dengan membangun tembok di sisi barat dan timur kompleks Plaza Amata.

“Parahnya, pemilik toko juga dilarang menggunakan akses jalan yang kami lewati,” ucapnya didampingi  Wakil Ketua Sudiarta Indrajaya, Sekretaris Handy Prasetya dan Direktur Utama Budi Kuswahjudi selaku Direktur Utama PT Bhavana Indonesiam, Senin (8/6/2015).

Janji-janji investor guna mewujudkan patung GWK tuntas dalam 5 sampai 7 tahun, hingga kini tak kunjung menjadi kenyataan.

Dikatakan, sebelum masuknya PT ASR Tbk di GWK, tidak pernah ada larangan menggunakan fasilitas sosial, karena pembelian toko di Plaza Amata memang termasuk fasilitas sosial.

“Seyogyanya, perusahaan properti menjual propertinya sudah termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosialnya, tidak pernah ada kasus seperti yang dilakukan PT ASR Tbk terhadap pemilik toko Plaza Amata,” tegasnya didampingi advokat senior Wayan Sudirta,SH didampingi Made Dewantara Endrawan, SH dan Putu Wirata Dwikora, SH, selaku kuasa hukum Putu Agus Antara, Direktur PT MGK (Marga Giri Kencana).

Dalam kesempatan itu. Wayan Sudirta, advokat senior dan anggota DPD RI 2004-2014 mengaku PT MGK adalah perusahaan yang secara moral turun tangan untuk membela kepentingan pemilik toko, berhadapan dengan manajemen GWK yang dirasakan menindas.

“Saya terpanggil membela PT MGK karena di GWK itu ada banyak masalah yang menjadi konsen umum kita bersama,” kata dia.

Pertama, pariwisata Bali harus dijaga oleh siapapun, termasuk investor yang datang ke Bali. Kedua, masalah tenaga kerja dan lapangan kerja karena dari 200-an toko yang ada, bila beroperasi bisa menyerap setidaknya 600 tenaga kerja.

Ketiga, masalah budaya, karena budaya yang bernafaskan agama Hindu itulah ikon pariwisata,” ungkapnya.

“GWK bisa jadi magnet pariwisata nasional dan internasional karena budaya. Keempat, kekuatan adat dan desa adat, yang di sekitar GWK itu masih hidup dan harus jadi kepedulian investor GWK.

Sedangkan Kelima, pengusaha lokal, putra daerah yang membeli toko karena komit membangun GWK untuk jadi destinasi wisata internasional.

Lantasan alasan itulah, Sudirta bersedia membela pemilik toko Plaza Amata secara cuma-cuma atau gratis tanpa dibayar sepeserpun.

Sudirta menuturkan ratusan pemilik toko sudah menderita kerugian selama 13 tahun,
Karena berharap patung GWK berdiri megah, ekonomi berkembang dan pertokoannya laku. Namun, mereka justru mengalami penderitaan, terutama setelah masuknya PT ASR Tbk. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini