Kelola Destinasi Situs Budaya Perlu Strategi Angkat Potensi Masyarakat

17 Oktober 2016, 22:45 WIB

P 20161017 114656

SANUR – Pengembangan destinasi-destinasi yang berbasis situs budaya di Tanah Air memerlukan strategi pemasaran yang tepat dengan mengemas potensi kebudayaan dan masyarakat setempat sehingga bisa menjadi daya tarik wisatawan.

Peneliti Utama Universitas Udayana (Unud) Ketut Suryadiarta mengungkapkan hal itu dalam seminar hasil penelitian setratgei pemasaran pariwisata mancanagera berbasis situs budaya di Indonesia di Denpasar Senin (17/10/2016).

Menurutnya, sebelum menentukan strategi dalam menarik wisatawan baik mancanegara atau domestik, perlu melihat dari aspek peluang dan potensi yang bisa dikembangkan.

Misalnya, wisatawan yang akan disasar, harus diketahui bagaimana kelompok umur, tingkat pendapatan dan seterusnya,

“Perlu pendataan, negara-negara mana atau wisatawan mana yang akan disasar, penting mengetahui preferensi wisman keinginan mereka  seperti apa,” katanya didampingi peneliti lainnya Made Sarjana dari Fakultas Pariwisata Unud.

Kata dia, dengan memiiki banyak data itu, maka bisa mengatasi tantangan dan kompetisi pasar pariwisata.

Saat ini, terjadi pergeseran untuk wisatawan dari negara-negara tertentu dari beriwisata secara massal atau berkelompok ke individual sehingga hal itu harus bisa diantisipasi pelaku pariwisata.

Demikian pula, perlu pendekatan promosi yang tepat, lewat berbagai media seperti cetak, elektronik dan online.

“Kalau perlu sewa perusaahan endoser yang bisa mempromosikan atau adviser yang bisa merekomendasikan kepada wisattawan, kemana tempat-tempat yang menarik dengan ulasan-ulasan atau postingan bagus,  sehingga orang tertarik,” sambungnya.

Bisa juga dipikirkan untuk menggandeng kerja sama dengan serch engine seperti google atau baidoo, yang merupakan media cukup ampuh dan powerfull, dicari banyak orang.

P 20161017 122748

Suryadiarta mencontohkan, bagaimana dua dari sepuluh destinasi yang menjadi prioritas atau unggulan pariwisata di Indonesia yakni Borobudur di Jawa Tengah dan Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur telah dikelola secara baik.

Hanya saja, yang masih menjadi kendala seperti di Komodo belum ada lembaga yang secara khusus mengelola dari aspek dan kepentingan pariwisata.

Yang ada, di sana Balai Konservasi sehingga tujuannya lebih banyak pada aspek konverasi Taman Nasional.

Padahal, menjadi penting adanya pengelolaan secara khusus, obyek wisata itu sebagai destinasi yang menasional di mana bisa menjadi payung bagi stakeholder pariwisata di daerah seperti biro perjalanan, hotel hingga restoran.

Hal berbeda jika dibandingkan dengan Borobudur di Jawa Tengah, telah dikelola sebagai obyek wisata secara terintegrasi dengan Candi Prambanan dan Candi Boko.

“Karena pariwisata terbukti mampu menggerakkan roda ekonomi daerah dan masyarakat sehingga harus ada pelibatan atau menggandeng industri dan potensi lokal setempat,” sambungnya dalam seminar yang didukung oleh Asisten Deputi Setrategi Pemasaran Pariwisata Mancanegara itu..

Bagaimana selain obyek wisata yang jadi daya tarik itu, masyarakat lokal juga membuat mendukung produk yang berbasis kebudayaan dan masyarakat kreatif seperti patung atau kerajinan hingga atraksi kebudayaan sehingga bisa lebih menarik wisatawan.  (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini