DENPASAR– Jenis investasi di masyarakat sangatlah bervariasi di antaranya Reksadana, Deposito, ORI, dan masih banyak lagi. Namun, Surat Berharga Ritel (SBR), Investasi yang patut dicoba masyarakat.
Kepala Subdirektorat Hubungan Investor Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu I Gede Yuddy Hendranata mengatakan, banyak sekali jenis investasi di Indonesia. Namun, pihaknya lebih menyarankan investasi Surat Berharga Ritel (SBR) karena banyak sekali keuntungannya.
Ia menjelaskan salah satunya, bunga nya mengambang ke atas dan memiliki batas bawah, itu artinya bisa untung keduannya, dan juga untuk bunga per tahun sebesar 7,8 persen.
“Namun yang paling aman dan menguntungkan adalah berinvestasi di Surat Berharga Ritel (SBR) karena memberikan bunga di atas BI Rate serta bisa dipakai sebagai jaminan,” ujarnya di Denpasar Kamis (9/8/2018).
Yang paling tinggi resikonya adalah saham dan lebih tinggi lagi bermain di dolar karena fluktuatifnya tinggi. SBR tambahnya tidak diperdagangkan karena resikonya bisa naik turun. Namun bagi investor yang sudah dari awal berinvestasi akan mengikuti bunga awal.
“Bunga awal mengacu pada BI Rate tapi lebih tinggi sehingga tetap menguntungkan investor,” ucapnya.
Keuntungan lain SBR, yakni mirip deposito dan bisa dicairkan. Setelah dua bulan, investor bisa melepas atau menjualnya.
Karena bersifat ritel maka SBR bisa dibeli secara individu” tambahnya. Meski demikian pembeliannya tetap dibatasi yakni maksimal Rp 3 miliar dan minimal Rp 1 juta.
“Jadi lebih aman berinvestasi di SBR karena selain rate bunganya lebih tinggi dari BI rate, bisa dijual, dijaminkan, bebas resiko dan pinalti,” tegasnya.
Untuk menjadi investor SBR, masyarakat bisa membeli melalui online atau agen yang ditunjuk seperti bank dan fintech. SBR akan ditawarkan mulai tanggal 20 Agustus hingga 13 September melalui agen (bank pemerintah dan fintech).
Diakui dana pihak ketiga yang ada di bank saat ini mencapai Rp 4 ribu triliun. Sedangkan dana di pasar obligasi negara baru Rp 2 ribu triliun. Ada juga obligasi dalam valuta asing yang mencapai Rp 800 triliun.
Dijelaskan kebijakan pembiayaan melalui utang merupakan alternatif dalam mengakselerasi pembangunan. Kebijakan pemerintah berutang tidak hanya didasari kondisi dimana belanja pemerintah yang lebih besar dibanding penerimaan, namun juga untuk menjaga momentum pembangunan di beberapa sektor prioritas, yakni infrastruktur dan sumber daya manusia. (mal)