![]() |
Pimpinan Ponpes Cadangpinggan Indramayu KH Buya Syakur Yasin |
INDRAMAYU– Pemimpin Ponpes Cadangpinggan Kabupaten Indramayu Jawa Barat KH. Buya Syakur Yasin mengatakan, perbedaan di dunia ini, baik bahasa, suku, agama, bangsa, budaya, warna kulit dan lain-lain menunjukan kebesaran Allah SWT.
Hal itu disampaikan dalam di Ponpes Cadangpinggan, Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu Senin malam, 28 Mei 2018.
Kegiatan menggandeng Komunikonten dalam bentuk Tausiyah Kebangsaan dengan tema “Santri Melawan Hoax dan Penyalahgunaan isu SARA Untuk Keutuhan NKRI”.
Sekira 350-an santri dan warga sekitar hadir dalam kegiatan tersebut.
Buya Syakur Yasin mengatakan, perbedaan di dunia ini, baik bahasa, suku, agama, bangsa, budaya, warna kulit dan lain-lain menunjukan kebesaran Allah SWT.
“Maka siapa yang tidak bisa menerima perbedaan dengan ikhlas berarti menolak kebesaran Allah SWT,” katanya menegaskan.
Dari perbedaan tersebut, para pendiri bangsa Indonesia berfikir keras dan berhasil merumuskan Pancasila. Ideologi itu seperti tanaman, yang cocok di tanah Indonesia adalah Pancasila bukan yang lain. Bangsa Indonesia sudah punya Pancasila yang relevan hingga kapanpun.
“Kita tidak boleh mengkhianati kesepakatan para pendiri bangsa berupa Pancasila ini. Tugas santri menjaga Pancasila dan NKRI hingga akhir zaman,” ujarnya.
Terkait maraknya hoaks, fitnah, ujaran kebencian dan penyalahgunaan isu SARA, KH. Buya Syakur menyampaikan kisah seorang manusia yang ditempatkan di neraka bersama para pembunuh.
Ia kemudian protes mengapa dirinya ditempatkan bersama para pembunuh, sedangkan ia tidak pernah membunuh satu nyawapun selama di dunia.
Malaikat menjawab bahwa engkau memang tidak pernah membunuh, namun akibat dari perkataanmu, akibat dari fitnah yang engkau sebarkan banyak orang saling bunuh-membunuh.
“SARA jika disalahgunakan untuk kepentingan politik dapat menyebabkan konflik dan perang yang panjang. Perang yang terjadi di beberapa negara salah satunya disebabkan maraknya berita bohong dan penghinaan terhadap SARA,” tuturnya,
Islam datang dengan tauhid, dan tauhid tersebut membuat manusia setara, dan kesetaraan itu adalah syarat utama persatuan.
“Karenanya, kita harus memandang semua manusia sama, tanpa membeda-bedakan latar belakang,” imbuhnya.
Hariqo Wibawa Satria dari Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi) menjelaskan kita ber-NKRI bukan hanya untuk 100 tahun saja, tapi untuk selamanya.
Ibarat bangunan, jika kita ingin bangunan NKRI ini kokoh hingga kiamat tiba, kuat dari gempa bumi, maka salah satu caranya adalah dengan membangun fondasi persatuan yang kokoh.
“Apa yang kami lakukan ini meskipun kecil, merupakan bagian dari gotong-royong besar untuk memperkokoh fondasi persatuan tersebut,” ucapnya.
Meskipun bangsa Indonesia mempunyai kekeluargaan dan modal sosial yang kuat, namun jika terus-menerus dihantam oleh hoax dan penyalahgunaan isu SARA, maka lama kelamaan akan rapuh juga.
“Oleh karenanya, kampanye dan pendidikan media harus terus dilakukan demi kemajuan dan keutuhan NKRI,” imbuh Hariqo. (des)