![]() |
(ilustrasi/net) |
JAKARTA – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia memandang wacana perpanjangan masa jabatan penyelenggraa Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu sebagaimana digulirkan pimpinan DPR agar diakhiri karena tidak punya dasar hukum dan akan menimbulkan kerasahan di masyarakat.
Pernyataan Pimpinan Komisi II DPR RI tentang perpanjangan masa jabatan penyelenggraa Pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu, sebagaimana dilansir berbagai media mendapat reaksi KIPP Indonesia.
DPR melalui Komisi II DPR seyogyanya fokus pada tugas pokok dan fungsinya sebagai fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran, dalam hal ini KIPP Indonesia melihat Komisi II tidak fokus pada dua tugasnya sebagai pembuat paket Undang-undang politik, seperti Undang-undang Parpol dan Undang undang Pemilu dan Pilkada.
Kinerja DPR khususnya komisi II DPR perlu dipertanyakan, selain soal kontroversi soal studi banding ke Eropa yang justru kontra produktif dengan melakukan komparasi unequal, membandingkan system dan pelaksanaan pemilu tanpa memperhatikan sejarah dan pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Sekjend KIPP Kaka Suminta menilai, pembahasan paket Undang-undang Pemilu yang sangat terlambat dan terkesan bertele-tela mencerminkan ketidakseriusan Komisi II DPR untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, selain catatan tentang buruknya rapat-rapat pembahasan Undang-undnag dimaksud, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
“Kami melihat, wacana pengisian Penyelenggara Pemilu oleh Partai politik, selain tidak produktif dan akan menimbulkan ketidakpercayaan publik juga akan menguras energi, karena telah dilakukan sebelumnya namun ditolak oleh pendapat masyarakat umum,” tegas Suminta dalam siaran pers diterima Kabarnusa.com, Rabu (23/3/17).
Selain itu, banyak pernyataan yang tidak mencerminkan pemahaman dan kepekaan komisi II seperti soal Evoting yang tidak memiliki dasar hukum dalam pelaksanaan Pemilu. Tidak tersosialisaninya pembahasan-pembahasan pada rapat-rapat pembahasan Undang-undang Politik, termasuk rendahnya pelibatan masyarakat sipil dalam pembahasan tadi.
Kinerja Komisi II DPR yang buruk potensial menimbulkan permasalahan kelangsungan demokrasi melalui hambatan dan kerawanan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia.
Dengan melihat fakta itu, KIPP Indonesia menyatakan sikap menyerukan, pertama agar Komisi II DPR untuk fokus pada tugas pokok dan fungsinya dalam pembahasan Undang Undang Politik, yang meliputi Undang-undang partai politik dan Pemilu/Pilpres, dan menyelesaikan tugas tersebut tepat waktu.
Yang kedua, KIPP juga meminta Komisi II DPR segera menindaklanjuti proses seleksi KPU dan Bawaslu sebagaimana jadwal yang telah ditentukan, dan tidak melemparkan pernyataan yang kontraproduktif dan meresahkan publik.
“Ketiga wacana perpanjangan masa jabatan KPU dan Bawaslu perlu segera dihentikan karena selain tidak memiliki dasar hukum, bahkan potensial melanggar hukum, akan menimbulkan kerasahan di masyarakat dan ketidak pastian hukum dan akan menhambat proses demokratisasi di Indonesia,” katanya menegaskan.
Keempat, Komisi II DPR diminta memahami sejarah dan perjalanan demokrasi dan pelaksanaan Pemilu di Indonesia, sehingga memiliki pemahaman dan sikap yang melahirkan upaya untuk terus mendorong demokrasi dan kedaulatan rakyat bukan masalah sebaliknya.
Sikap kelima, pembahasan Undang –undang Politik dikembalikan kepada kepentingan mendesak, untuk menghadirkan kedaulatan rakyat, bukan sebagai ajang transaksional partai-partai di DPR.
Keenam, Kepada Penyelenggara Pemilu untuk tetap fokus pada tugas pokok dan fungsinya, mengingat di akhir masa jabatannya masih ada pekerjaan besar penyelesaian proses Pilkada serentak tahun 2017, baik di MK maupun di Sentra Gakumdu.
“Ketujuh Kepada Publik, masyarakat sipil dan media diminta tetap memantau proses pembahasan undang-undang Politik dan seleksi Penyelenggara Pemilu di Komisi II DPR, mengingat potensi yang kontra produktif dari rendahnya kinerja Komisi II DPR,” demikian Suminta. (des)