JAKARTA – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menilai Pansus RUU Pemilu DPR RI telah kehilangan basis legitimasinya untuk meneruskan proses pembahasan RUU Pemilu karena gagal menghasilkan undag-undang pada waktunya.
Sekjen KIPP Kaka Suminta menegaskan itu dalam menyikapi perkembangan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang dilaksanakan oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR serta Pemerintah yang sampai saat ini belum rampung
Menurutnya, Indonesia sebagai negara hukum, semua peristiwa kenegaraan, termasuk keberadaan dan kinerja Pansus DPR RUU Pemilu di DPR, serta langkah kerja lembaga, Pemerintah dan Komisi pemiliuhan Umum (KPU) harus berdasarkan hukum.
Guna menjamin kepastian hukum maka tidak boleh ada kekosongan hukum. Pada saat pembahasan RUU Pemilu di DPR bekum ranpung dan belum diundangkan maka landasan hukum Pemilu adalah UU No 11 tahun 2011 tentang Pemilu.
“Mengingat kebutuhan dan untuk tidak terjadinya kekosongan hukum, seyogyanya paket UU Politik, seperti UU tentang Partai Politik, UU tentang penyelenggara Pemilu dan UU Pemilu, seharusnya sudah terbentuk setahun lalu,” tutur Suminta dalam rilisnya, Sabtu (17/6/2017).
Apalagi, Verifikasi Parpol dan Pengangkatan Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) harus dibentuk sesuai dengan Undang-undang.
Demikian juga KPU telah merencanakan bahwa tanggal pelaksanaan Pemilu Legisl;atif dan Pemilu Presiden adalah tanggal 17 April 2019, maka seluruh tahapan Pemilu tersebut sudah harus dilaksanakan sebagaimana amanat Undang-Undang.
Sampai saat ini beberapa tahapan, termasuk penetapan tahapan dan persiapan pelaksanaan Pemilu 2019 belum dilakukan oleh KPU.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka KIPP Indonesia melihat adanya kondisi dan potensi yang merusak keberlangsungan demokrasi dan reformasi, berupa potensi kekisruhan hukum dan pelanggaran hukum oleh lembaga-lembaga negara yang tidak melaksanakan tugas kenegaraanya berdasarkan hukum.
“Sebelum diganti, maka masih berlaku Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Pemilihan Umum, yang mengamantkan KPU untuk melakukan Verifikasi faktual partai Politik Peserta Pemilu yang harus dilaksanakan mulai tanggal 17 Juni, atau 22 bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara,” tegas dia .
Bawaslu segera mengawasi tahapan pelaksanaan tahapan Pemilu tersebut, dengan mengawasi proses verifikasi Partai Politik Perserta Pemilu sebagaimana amanat Undang-undang.
Suminta menilai, Pansus RUU Pemilu DPR telah kehilangan basis legitimasinya untuk meneruskan proses pembahasan RUU Pemilu, karena telah gagal menghasilkan Undang-Undang pada waktunya, agar ada kepastian hukum dan tidak menghamburkan angaran negara.
Untuk itu, Presiden sebagai penanggungjawab akhir pelaksanaan Pemilu segera mengambil langkah yang dibutuhkan untuk menjamin kepastian hukum dan terselenggaranya pemerintahan yang berdasarkan hukum.
Meminta kepada semua pihak untuk memperhatikan masalah ini dengan seksama, dan melakukan langkah kongkrit untuk mengatasi kebuntuan politik terkait kasus Pansus RUU Pemilu DPR. (des)