![]() |
Ilustrasi |
Jakarta – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia mengungkapkan banyak warga tidak bisa menggunakan hak pilih dalam Pemilu 17 April 2019 lantaran terganjal masalah administrasi.
Pemenuhan hak pilih bagi warga negara yang memiliki hak pilih (eligible voters) dalam pemilu tahun 2019 ini, menjadi sorotan publik.
Sorotan diantaranya karena sejak awal pembentukan daftar pemilu melalui pembentukan DPT masih menyisakan berbagai permasalahan terkait pemenuhan hak untuk memilih bagi warga negara Indonesia yang meiliki hak pilih.
Ketua Divisi pemantauan KIPP Indonesia Indah Sulastry mengungkapkan, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan tertkait hal tersebut, yakni adanya ketentuan Undang-Undang dan adanya putusan MK terkait hak pilih tadi.
Pihaknya memberi catatan, pertama, hak untuk memilih merupakan hak dasar warga negara yang merupakan bagian dari hak untuk turut serta dalam penyelenggaran negara.
“Hak itu, sekaligus sebagai hak untuk menentukan pilihan sebagai representasi kepentingan seluruh warga negara, melalui pemilu dan jajak pendapat,” ujar Sulastry dalam siaran pers diterima kabarnusa.com, Rabu 10 April 2019.
Kedua, dalam pelaksanaanya KPU dan Bawaslu dibantu oleh pemerintah, dalam melaksanakan amanat untuk melakukan pendaftaran pemilih, mengalami berbagai kendala untuk dapat memastikan setiap pemilih terdaftar dalam daftar pemilih, yang terus mengalami pemutakhiran menjelang hari pemungutan suara.
Ketiga, dari catatan pada angka 1 dan dua masih banyak warga negara Indonesia yang berhak memilih namun masih mengalami kendala administrasi untuk melaksanakan hak pilihnya.
Dicontohkan, mereka yang bekerja di luar alamat domisili yang tertera dalam e-KTP nya, dan sampai saat ini belum mendapat kepastian untuk mendapatkan hak pilihnya.
Karena sesuai putusan MK dalam PUU No. 20 tahun 2019, tidak masuk dalam kategori sedang melaksanakan tugas, sebuah kondisi yang sebenarnya harus terfasilitasi untuk dapat menggunakan hak pilihnya.
Keempat, khsus untuk Pekerja Rumah tangga (PRT), yang sebagian besar berada di perkotaan dan tak bisa pulang ke alamat asal, karena pertimbangan sosial ekonomi, perlu mendapat perhatian dan perlindungan hak pilih, yang sebagian besar adalah perempuan.
Kelima, seyogyanya KPU memperhatikan putusan MK tahun 2009 tentang hak pilih warga negara Indonesia yang pada intinya menyatakan bahwa hak pilih merupakan hak dasar konstitusional yang tidak boleh dihilangkan oleh karena alasan administratif.
“Diharapkan KPU bersama Bawaslu melakukan upaya maksimal agar tak ada halangan administratif untuk memenuhi hak pilih tadi,” imbuhnya. (rhm)