Jakarta – Operasi penegakan hukum di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual pada tanggal 1 Maret lalu berhasil mengamankan 10 kapal perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menduga kapal-kapal ini terlibat dalam praktik transhipment ilegal dengan kapal pengangkut KM. MS 7A di Laut Arafura, dengan nilai mencapai Rp 1,8 miliar.
Menurut Dirjen PSDKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), yang memberikan keterangan pada 28 Februari, tidak ada dokumen kemitraan yang ditemukan antara kapal-kapal tersebut dengan KM. MS 7A.
Tim Pengawas Perikanan Pangkalan PSDKP Tual bahkan tidak menemukan satu pun ikan di dalam kapal-kapal yang diamankan, menguatkan dugaan bahwa seluruh hasil tangkapan telah dipindahkan ke KM. MS 7A yang saat ini sedang berlayar ke Jakarta.
Direktur Jenderal PSDKP, Ipunk, mengidentifikasi kapal-kapal yang terlibat, yaitu KM. MJ 98 (GT 98), KM. MAS (GT 82), KM. HP 3 (GT 153), KM. U II (GT 97), KM. FN (GT 150), KM. SM 8 (GT 96), KM. LB (GT 58), KM. SM IX (GT 97), KM. MJ 8 (GT 59), dan KM. BSR (GT 124). Kapal-kapal tersebut terindikasi melanggar Pasal 27 angka 7 UU Nomor 6 Tahun 2023 jo. Pasal 317 ayat (1) huruf g jo. Pasal 320 ayat (3) huruf g PP Nomor 5 Tahun 2021.
“Pemanggilan terhadap Nakhoda dan pemilik 10 kapal telah dilakukan untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ungkap Ipunk, yang menekankan pentingnya sinergi tim pusat dan daerah dalam penegakan hukum ini.
Upaya pelacakan terhadap KM. MS 7A terus dilakukan. “Tim Pusdal Ditjen PSDKP menggunakan teknologi VMS untuk memantau pergerakan kapal pengangkut tersebut,” kata Ipunk dalam keterangan tertulisnya 1 Maret 2025.
Langkah ini sejalan dengan arahan Menteri Trenggono yang sebelumnya telah menginstruksikan penguatan pengawasan untuk memastikan keberhasilan program Penangkapan Ikan Terukur di Zona III. Pengawasan ini mencakup seluruh rantai kegiatan, mulai dari laut hingga pelabuhan. ***