![]() |
Ikan Terubuk atau Tenualosa macrura merupakan ikan primadona dan kebanggaan masyarakat Riau yang tergolong ikan yang terancam punah dan statusnya dilindungi secara terbatas/Dok. KKP |
Jakarta – Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pengembangan Konsep Penataan Kawasan
Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dalam rangka Pengelolaan Ikan Terubuk yang
populasinya ditemui di Selat Bengkalis, Riau.
Plt. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Hendra Yusran Siry menjelaskan upaya
melestarikan Ikan Terubuk tidak cukup hanya dengan menetapkan status
perlindungannya, namun perlu mengintegrasikan dengan peraturan pemanfaatan
ruang untuk perlindungan habitat dan wilayah sekitarnya.
“Selat Bengkalis merupakan jalur pelayaran yang sibuk, kebijakan penataan
ruangnya perlu dikemas dalam bentuk Rencana Zonasi KSNT Selat Bengkalis,”
jelas Hendra dalam siaran pers, Selasa (20/7/2021).
Ikan Terubuk atau Tenualosa macrura merupakan ikan primadona dan kebanggaan
masyarakat Riau yang saat ini tergolong ikan yang terancam punah dan statusnya
dilindungi secara terbatas sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 59 Tahun 2011 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Jenis Ikan
Terubuk.
Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) merupakan kawasan yang terkait
dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup dan/atau situs warisan
dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
KSNT yang terkait dengan kepentingan situs warisan dunia dapat berupa cagar
budaya nasional yang diusulkan sebagai warisan dunia atau warisan dunia yang
alami.
Direktur Perencanaan Ruang Laut, Suharyanto menerangkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, terdapat
daftar lokasi yang perlu ditetapkan rencana tata ruang lautnya.
Selat Bengkalis salah satunya yang merupakan lokasi perlindungan biota langka
Ikan Terubuk atau Tenualosa macrura.
“Ancaman kepunahan yang terjadi pada Ikan Terubuk di antaranya adalah
tingginya aktivitas penangkapan yang berlebihan. Bukan hanya penangkapan Ikan
Terubuk nya, tetapi juga masifnya pemanfaatan telur Ikan Terubuk,” terang
Suharyanto.
Suharyanto mengungkapkan selain penangkapan yang berlebih, tingginya degradasi
lingkungan yang terjadi pada habitat Ikan Terubuk juga menjadi ancaman lainnya
bagi keberlanjutan biota tersebut.
Pakar perikanan Universitas Riau, Deni Efizon dalam diskusi menguraikan dari
lima spesies Ikan Terubuk yang ada di dunia, tiga di antaranya ada di
Indonesia.
Ketiganya Tenualosa macrura di perairan Bengkalis, Riau, Tenualosa ilisha di
perairan Sungai Barumun, Sumatera Utara, dan Tenualosa toli di perairan
Pemangkat, Kalimantan Barat.
Hal tersebut sudah sepatutnya membuat keberadaan Ikan Terubuk menjadi warisan
dunia alami yang harus dilindungi dari ancaman kepunahan.
Perkembangan populasi Ikan Terubuk yang mengalami penurunan luar biasa pada
tahun 2012 yang mengakibatkan nelayan semakin sulit mendapatkannya sebagai
hasil tangkapan.
Baru pada tahun 2020 terjadi peningkatan jumlah meskipun belum maksimal.
“Harus ada komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah,
nelayan, masyarakat serta pihak lain yang terkait untuk serius dan mendukung
penyelamatan Ikan Terubuk,” tutupnya. (rhm)