Belitung– Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus meningkatkan kualitas pengelolaan warisan budaya bawah air, salah satunya bersama sejumlah mitra kerja internasional menggelar pelatihan peningkatan sumber daya manusia.
Pelatihan ini utamanya berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan Warisan Budaya Bawah Air di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung.
Pelatihan tersebut digelar oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP) bersama Flinders University Australia; UNESCO Jakarta Multisectoral and Regional Office for Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, and Timor Leste; Pemerintah Kabupaten Belitung; Kementerian Kebudayaan; dan National Research Institute of Maritime Heritage Korea.
“Belitung merupakan salah satu wilayah yang memiliki kekayaan warisan budaya bawah air yang sangat berharga, di antaranya adalah situs Belitung Shipwreck yang menyimpan ribuan artefak berharga,” ujar Kepala BPPSDM KP I Nyoman Radiarta dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Kamis 20 Februari 2025.
Menurutnya, pelatihan tersebut juga bertujuan membangun kesadaran, keterampilan, serta komitmen jangka panjang dalam menjaga dan mengelola warisan budaya bawah air secara berkelanjutan.
Dengan keterlibatan berbagai pihak dari akademisi, praktisi, pemerintah daerah, maupun komunitas lokal, Nyoman berharap dapat terciptanya sistem pengelolaan yang lebih baik dan sesuai dengan standar internasional.
“Jika kita dapat mengelola dan menjaga warisan ini dengan baik, maka kita juga turut berkontribusi dalam pengembangan sektor eduwisata berbasis budaya maritim, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Belitung,” harap Nyoman.
Peningkatan Kapasitas SDM
Koordinator Kegiatan Nia Naelul Hasanah Ridwan dari BPPSDM KP-Flinders University dalam laporannya mengatakan, pelatihan ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM konservasi dan pengelolaan warisan budaya bawah air di Belitung, serta sebagai bagian dari rangkaian Project “Revisiting Salvaged and Looted Shipwreck Sites in Indonesia: An Integrated Management Framework for Safeguarding Underwater Cultural Heritage”.
Pelatihan ini juga merupakan salah satu implementasi kegiatan “Integrated Initiative for Underwater Cultural Heritage Preservation, Marine Ecosystem Environment, and Coastal Community Development”.
Dipilihnya Belitung karena merupakan kaya akan warisan budaya bawah air, termasuk situs-situs kapal karam dan artefak bersejarah karena letak geografisnya yang strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan dunia, The Maritime Silk and Spice Route. Belitung Shipwreck yang tenggelam sekitar 1,5 mil dari pantai Desa Batu Itam, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung dikenal di seluruh dunia dan merupakan penemuan bawah air paling signifikan di Indonesia yang berasal dari tahun 800 Masehi.
Kapal Belitung Shipwreck diduga Arabian Dhow dan membawa ± 60.000 muatan berupa keramik Changsa Dinasti Tang dengan lambang lotus Budha, motif Asia Tengah dan Persia, kaligrafi Al Quran, serta terdapat sejumlah artefak dari emas dan perak, mangkuk hijau Persia, resin, logam, dan rempah-rempah.
Para peserta pelatihan yang hadir secara luring terdiri dari staf Pemerintah Kabupaten Belitung, staf museum daerah, staf kantor Desa Batu Itam, perwakilan kaum muda dan kelompok Sadar Wisata Desa Batu Itam, Kelompok Sadar Wisata Desa Keciput, penyuluh kelautan dan perikanan BBRUPP KKP, perwakilan Badan Pengelola Belitong UNESCO Geopark, serta tim ahli cagar budaya daerah.
Sementara itu, peserta daring terdiri dari staf museum daerah di Batam, Bintan, Tanjung Pinang, pemerintah daerah Kepulauan Riau dan Tidore, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK IV) Kepulauan Riau, BPK Sumatera Barat, Universitas Andalas, staf LRSDKP, dan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Acara dihadiri juga oleh Assoc. Prof. Martin Polkinghorne dan Prof. Wendy Van Duivenvoorde secara daring, serta Asisten I Bupati Belitung, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Belitung, Kepala Museum Tanjung Pandan, dan Kepala Desa Batu Itam Belitung.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan pengelolaan warisan budaya tanah air dilakukan secara optimal.
Pengelolaan tidak hanya mengedepankan sisi ekonomis, tapi juga keberlanjutan dan warisan sejarah yang ditinggalkan.***