Komoditas Cengkeh Turut Gerakkan Perekonomian di Kabupaten Buleleng

22 Juli 2018, 19:33 WIB
Perkebunan Cengkeh di Desa Selat Sukasada, Buleleng

BULELENG– Komoditas cengkeh di Kabupaten Buleleng memberikan kontribusi dalam mendorong perekonomian khususnya dari sektor pertanian.

Kepala Dinas Pertania Kabupaten Buleleng, I Nyoman Genep menyampaikan, Buleleng merupakan salah satu daerah yang mengunggulkan cengkeh sebagai komoditi utama untuk menggerakan perekonomian rakyat.

Mengacu pada buku Statistik Perkebunan Cengkeh 2015-2017, produksi cengkeh di Buleleng mencapai 2.359 ton dari keseluruhan 4.223 ton produksi di provinsi Bali. Hal ini menyatakan bahwa mayoritas produksi cengkeh di Bali berasal dari Buleleng.

Menyadari hal tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng memberikan perhatian khusus terhadap potensi ini. Agar dapat terus menyediakan hasil cengkeh yang berkualitas.

“Pemkab Buleleng, dalam hal ini Dinas Pertanian rutin memberikan peningkatan kapasitas kepada petani cengkeh serta bantuan dari segi pupuk dan pembibitan,” katanya kepada wartawan dalam field trip di Buleleng.

Mengingat area cengkeh di Buleleng yang sebesar 7.752 ha, Dinas Pertanian tidak mungkin dapat berjalan sendirian, dibutuhkan juga sinergi dan kerjasama bersama industri yang menyerap cengkeh sebagai bahan baku untuk membantu peningkatan kapasitas.

Demikian juga, kualitas serta produktivitas petani dan hasil cengkeh tersebut melalui program-program kemitraan.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Provinsi Bali Lanang Aryawan menambahkan, sampai dengan saat ini, komoditas cengkeh masih menjadi komoditas pilihan.

“Cengkeh mempunyai nilai ekonomi tinggi dibanding dengan komoditas perkebunan lainnya,” tutur Lanang.

Ia mengungkapkam persepsi bahwa petani itu miskin, kumuh dan tidak punya masa depan adalah salah.  Petani itu profesi yang sangat mulia dan sejahtera hidupnya, bisa kita lihat kondisi petani cengkeh di Desa Selat dapat memenuhi kesejahteraan hidupnya dari berbudidaya cengkeh.

 “Pemerintah Provinsi akan memberikan kebijakan dan alokasi anggaran untuk pemberdayaan petani hingga pendampingan bagi para petani termasuk petani cengkeh di Buleleng,” tegas Lanang

Hananto menambahkan, Sektor tembakau terbukti memberikan multiplaier effect yang signifikan dalam pembangunan Indonesia, selain kontribusi ekonomi ke negara, sektor tembakau juga terbukti menyerap tenaga kerja lebih dari 6 juta orang.

Dalam perkembangannya petani tembakau juga telah berupaya untuk menerapkan sistem budidaya pertanian yang baik dan sesuai dengan arah sasaran pembangunan berkelanjutan, mengingat perkebunan cengkeh lebih memiliki surplus ekonomi, sehingga menjamin kesinambungan investasi pada budidaya tanaman selanjutnya.

Peran petani, pada perkebunan cengkeh dan industri hasil tembakau yang cukup besar tersebut tidak berlebihan sekiranya, jika sektor ini searah dengan semangat pembangunan berkelanjutan.

Sudah semestinya jika para petani cengkeh meminta untuk dilibatkan dalam penentuan kebijakan sektor tembakau, ada hak petani untuk memberikan masukan dalam proses.

Aktivis Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono menegaskan, komoditas cengkeh sebagai tanaman turun-temurun merupakan bukti bahwa pertanian tembakau bisa berkelanjutan, karena budidaya cengkeh adalah realitas kultural pada tatanan adat budaya.

Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia memiliki peran cukup besar terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai.

Selain itu, kehadiran IHT juga memberi dampak positif lain, seperti penyerapan tenaga kerja, penerimaan dan perlindungan terhadap petani tembakau dan cengkeh serta dampak ganda yang lain.

Di pihak lain, gaung suara sumbang terhadap keberadaan IHT cukup nyaring. Padahal, pengembangan IHT juga memperhatikan kesehatan masyarakat, selain tetap mengusahakan agar industri dapat tumbuh dengan baik.

IHT merupakan industri yang padat karya, sehingga sampai saat ini IHT dan keterkaitannya dengan hulu berupa pengadaan bahan baku, khususnya tembakau dan cengkeh dan industri lainnya merupakan industri penyerap tenaga kerja yang potensial. 

Bahkan, Direktorat Bea dan Cukai (Siaran Pers, 3 Januari 2017) mengakui, pada tahun 2016, penerimaan negara dari cukai rokok sebesar ± 9 % dari total penerimaan negara dari pajak.

“Mengapa keberadaan IHT dan perkebunan tembakau seperti anak tiri. Dari sisi kontribusi pajak cukup besar, namun keberadaanya selalu dinomorduakan, bahkan seperti tidak diakui,” ucap Hananto.

Padahal, sesuai dengan UU Perkebunan No.39 Tahun 2014, cengkeh merupakan salah satu (dari tujuh) Komoditas Perkebunan Strategis Nasional, karena dinilai memiliki peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini