KPK Sebut Lemahnya Tata Kelola Kelapa Sawit Rawan Korupsi

24 April 2017, 17:14 WIB
KPK
ilustrasi/net

JAKARTA – Meski merupakan sektor strategis namun lemahnya mekanisme perizinan, pengawasan, dan pengendalian membuat sektor komoditas kelapa sawit di Indonesia menjadi rawan korupsi.

Korupsi dalam proses perizinan perkebunan kelapa sawit sering melibatkan kepala daerah sebut saja dalam kasus yang ditangani KPK, yakni Bupati Buol Amran Batalipu dan Gubernur Riau Rusli Zainal.

Dalam kajian tahun 2016, KPK menemukan hingga saat ini belum ada desain tata kelola usaha perkebunan dan industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Kondisi ini tak memenuhi prinsip keberlanjutan pembangunan.

“Sehingga, rawan terhadap persoalan tata kelola yang berpotensi adanya praktek tindak pidana korupsi,” jelas juru bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/4/17).

Dari sisi hulu, sistem pengendalian dalam perizinan perkebunan kelapa sawit belum akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha. Hal ini ditandai dengan tidak adanya mekanisme perencanaan perizinan berbasis tata ruang.

Integrasi perizinan dalam skema satu peta juga belum tersedia. Selain itu, kementerian dan lembaga terkait belum berkoordinasi dalam penerbitan perizinan. Akibatnya, masih terjadi tumpang tindih izin seluas 4,69 juta hektare.

Pada hilir, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit belum efektif karena sistem verifikasi belum berjalan baik. Penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini salah sasaran dengan tiga grup usaha perkembunan mendapatkan 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun alokasi dananya.

Padahal seharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, dan riset. Tak hanya itu, pungutan pajak sektor kelapa sawit tak optimal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Tak efektifnya pengendalian pungutan ekspor ini mengakibatkan ada kurang bayar pungutan sebesar Rp 2,1 miliar dan lebih bayar Rp 10,5 miliar.

Tingkat kepatuhan pajak baik perorangan maupun badan juga mengalami penurunan. Sejak tahun 2011-2015, wajib pajak badan dan perorangan kepatuhannya menurun masing-masing sebanyak 24,3 persen dan 36 persen.

Dari hasil kajian ini, KPK merekomendasikan Kementerian Pertanian dan kementerian/lembaga terkait harus menyusun rencana aksi perbaikan sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit. “KPK akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas implementasi rencana aksi tersebut,” demikian Febri. (des)

Artikel Lainnya

Terkini