Sidang lanjutan dugaan monopsoni PT Astil digelar KPPU di Kuta Bali (foto:Kabarnusa) |
KUTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menyidangkan kasus dugaan monopsoni perusahaan rumput laut PT Algae Sumba Timur Lestari (Astil) di Sumba Timur Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sidang yang sudah berlangsung selama empat bulan itu kembali dilanjutkan di sebuah hotel bintang lima di Kuta Bali dihadiri Ketua KPPU Syarkawi Rauf Kamis (18/8/2016).
Dalam persidangan menghadirkan terlapor PT Astil yang diwakili Direktur Utama I Gusti Ayu Sintawati dan Kadis Kelautan dan Perikanan Sumba Timur Maxon M Pekuwali.
Di depan majelis komisi, Sintawati memaparkan latar belakang lahirnya perusaaan daerah yang mayoritas sahamnya dimiliki bupati setempat.
Sintawati sebelumnya sebagai konsultan ahli di perusahaan tersebut sampai akhir tahun 2009, mengaku kerap mendapat perintah lisan Bupati Gideon Mbilijor, diantaranya mencari sistem cluster berdasar zona, yang terintegrasi untuk menyelamatkan petani rumput laut.
“Harga rumput laut saat itu, cukup tinggi antra Rp16 ribu sampai Rp18 ribu,” katanya. Hanya saja, kenaikan harga itu justru diciptakan para makelar asal China yang hendak menguasai pasar rumput laut.
Akhirnya, tahun 2012, perusahaan yang terus mendapat sokongan dana baik KKP maupun pemerintah daerah setempat baik untuk operasional pabrik hingga tambahan modal, berhasil membikin regulasi baru.
Regulasi yang mengatur pembelian hasil rumput laut di wilayah itu secara tertutup atau memberikan lisensi kepada PT Astil.
Pada bagian lain, dia juga berharap agar KPPU tidak hanya memperhatikan aspek legal formal perusaahaan yang dikelola pemerintah daerah itu namun kontribusi perusahaan dalam mengangkat ekonomi suatu wilayah.
“Kami berharap sebelum memutuskan perusahaan bersalah atau tidak dalam dugaan praktik monopsoni, agar memperhatikan itu semua,” sambungnya.
Bagaimanapun, jasa perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sangat besar dalam mengangkat roda perekonomian daerah setempat.
Disebutkan, pendapatan petani awalnya hanya Rp1,5 juta per bulan sekarang sekarang sudah jauh meningkat dari itu.
Keberadaan pabrik Astil disebut-sebut mengangkat perekonomian Sumba Timur, dibuktikan dengan jumlah petani rumput laut sebanyak 5.600 orang dari sebelumnya hanya 1.000 orang.
Selain itu, perusahaan daerah menjadi salah satu proyek percontohan bagi kabupaten lain yang akan membangun pabrik rumput laut guna mengentaskan kemiskinan. Diketahui. Astil berkapasitas produksi ATC sebanyak 10 ton per bulan, nilai asset mencapai Rp11 miliar.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPPU Syarkawi menegaskan bahwa praktek monopsoni tidak diperbolehkan, apalagi jika kemudian menjadi pembeli tunggal karena itu merugikan pihak lain.
“Pokoknya, tidak boleh tindakan monopsoni itu menghambat pelaku usaha lain untuk masuk, karena menghambat itulah maka kita perkarakan” tegas dia.
Ditegaskan Syarkawi, biasanya praktek monopsoni yang dirugikan itu petani. Pada banyak kasus, misalanya garam di Madura itu oligopsoni, yang ditekan itu pasti harga di tingkat petani atau pemasok di perusahaan yang bersangkutan, (rhm)