KSP: Pernyataan Novel Baswedan soal Korupsi Bansos Rp100 T Spekulatif dan Kontroversial

22 Mei 2021, 05:01 WIB
Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pemulihan Ekonomi Nasional (Monev PEN)
KSP, Edy Priyono/KSP.

JAKARTA – Kantor Staf Presiden Pernyataan memandang penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan soal korupsi bantuan sosial atau
bansos senilai Rp100 triliun cenderung spekulatif dan mengundang kontroversi.

“Kalau memang ada dugaan korupsi, silakan diusut sesuai dengan prosedur dan
ketentuan yang berlaku. Dalam upaya penegakan hukum, pernyataan seperti itu
sama sekali tidak produktif,” jelas Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi
Pemulihan Ekonomi Nasional (Monev PEN) Kantor Staf Presiden Edy Priyono dalam
keterangan tertulisnya, Jumat (21/5/2021).

Sampai saat ini tidak jelas, asal angka Rp100 triliun yang dimaksud Novel itu.
Apakah dugaan korupsinya, atau nilai proyek bansosnya.

“Kalau yang dimaksud adalah nilai dugaan korupsi, rasanya sulit diterima akal
sehat. Begitu pun jika yang dimaksud adalah nilai proyek atau program bansos,”
tukasnya.

Dari total anggaran PEN 2020 yang besarnya Rp695,2 triliun, alokasi untuk
klaster Perlindungan Sosial adalah Rp234,3 triliun. Adapun bansos yang
merupakan bagian dari klaster Perlindungan Sosial tidak bernilai Rp100
triliun.

“Jadi proyek apa yang dimaksud?,” tanya Edy.

Tenaga Ahli Utama Kedeputian III KSP itu pun meminta Novel sebagai bagian dari
institusi pemberantasan korupsi, sebaiknya dihindari pernyataan-pernyataan
yang cenderung spekulatif dan mengundang kontroversi seperti itu.

Apalagi masih ada dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani penegak hukum,
termasuk pungutan liar (pungli) Bansos.

“Itu yang kami sangat sayangkan. Padahal Presiden sudah berkali-kali memberi
peringatan agar tidak korupsi. Kita serahkan sepenuhnya kasus tersebut pada
penegak hukum,” jelas Edy.

Edy memastikan, Pemerintah berkomitmen untuk menutup berbagai celah yang
mungkin bisa digunakan untuk korupsi. Salah satu wujud paling nyata adalah
arahan Presiden agar tahun 2021 pemberian bansos dalam bentuk barang
diminimalkan.

Sebaliknya, didorong semakin banyak pemberian bantuan secara non tunai,
transfer via rekening, atau langsung kepada penerima melalui kantor pos.

Hal itu bisa dilihat dalam skema PEN 2021. Dari total anggaran klaster
Perlindungan Sosial sebesar Rp150,28 triliun, praktis hanya Rp2,45 triliun
yang dialokasikan dalam bentuk barang, yaitu bantuan beras.

“Lainnya disalurkan melalui non tunai, transfer atau melalui kantor pos
langsung kepada penerima manfaat,” imbuh Edy.

Selain itu, pemerintah juga melakukan monitoring yang ketat untuk meminimalkan
potensi korupsi. Kantor Staf Presiden sendiri telah membentuk Tim Monev PEN
yang bekerja sejak 2020.

Berdasarkan hasil monitoring, program penyaluran bansos telah berjalan lancar
namun masih membutuhkan sejumlah perbaikan. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini